Hemat Syarikah

2 hours ago 3

Hanya kebetulan. Di Jeddah ini saya satu hotel dengan Menteri Haji dan Umrah Dr Irfan Yusuf: di Shangri-la Hotel. Hemat Syarikah

Ia ke Jeddah diundang menteri haji Arab Saudi.

Saya diundang Sudomo Mergonoto, pemilik kopi Kapal Api. Sudomo membangun pabrik kopi Kapal Api di Jeddah. Selasa kemarin peresmiannya.

Waktu sarapan Senin pagi, saya merapat ke meja Gus Irfan. Ngobrol. Soal haji. Juga soal kenangan lama ketika beberapa kali bersama ke Posko Tim Kampanye Prabowo di rumah Kertanegara.

Di hari peresmian pabrik, Gus Irfan ke Super Dome Jeddah. Di situ sedang berlangsung pameran besar terkait bisnis haji dan umroh.

Di salah satu arena pameran itulah diadakan upacara penandatanganan MoU. Menteri urusan haji dari berbagai negara kumpul di situ. Mereka tanda tangan terkait penunjukan syarikah di musim haji tahun ini.

Syarikah adalah semacam perusahaan EO haji dan umrah. Pemerintah Arab Saudi mewajibkan ini: penanganan haji dari berbagai negara harus menggunakan jasa perusahaan EO setempat.

Anda masih ingat: tahun lalu Indonesia menunjuk delapan perusahaan EO untuk menangani 210.000 jemaah haji kita. Begitu banyak keluhan: suami istri terpisah. Pun anak dan orang tua mereka.

“Tidak akan terjadi lagi?”

“Insya Allah tidak,” ujar Gus Irfan, putra kiai cum politikus terkenal Yusuf Hasyim dari pesantren Tebuireng, Jombang itu.

“Sudah kita perbaiki. Tahun ini tidak lagi menggunakan delapan syarikah. Hanya dua saja,” ujarnya.

Pembagian tugasnya didasarkan pada lokasi pemberangkatan. Bukan dari nomor urut pendaftaran haji.

Misalnya Jakarta-1, Medan, dan Bandung ditangani EO A. Lalu Surabaya, Makassar, Palembang diserahkan ke EO B. Daerah lainnya dibagi antara A dan B.

Penunjukan dua syarikah itu didasarkan hasil tender terbuka. “Tendernya berlangsung bersih,” katanya.

“Banyak yang berusaha lewat jalur belakang?”

“Tentu. Banyak yang ingin bertemu saya. Tapi tidak ada yang saya temui,” katanya. Bahkan ia marah karena ada yang datang membawa amplop.

“Tidak sumpek? Kan harus ngemong banyak pihak?”

“Saya nyaman saja. Kalau ada dari kalangan NU yang datang, saya tinggal bilang saya ini jadi menteri tidak mewakili NU. Demikian juga kalau dari kalangan Muhammadiyah yang datang ke wamen,” ujar Irfan. “Kami berdua ini dari Gerindra,” tambahnya.

Irfan memang tokoh NU. Sedang Wamen Dahnil Simanjuntak tokoh Muhammadiyah. Tentu banyak juga, di masa lalu, angin itu bukan hanya datang dari samping tapi ada juga petir dari atas.

“Saya tidak tahu. Tahun lalu saya belum menjadi menteri. Yang jelas tahun ini Presiden Prabowo tegas. Tidak boleh main-main,” ujar Gus Irfan.

Perjuangan Gus Irfan di Gerindra sudah lama. Gus Irfan ikut mendirikan Gemira –Gerakan Muslim Indonesia Raya, sayap Islam Gerindra. Pendiri lainnya: Ustaz sejuta umat Zainuddin MZ. Yakni setelah partai yang didirikannya tidak bisa masuk Senayan: Partai Bintang Reformasi.

Gus Irfan meraih gelar doktor dari Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. S-1 dan S-2 nya di Universitas Brawijaya. Disertasi doktornya tentang sistem salaf di pendidikan pondok pesantren. Objek penelitiannya: Tebuireng di masa kepemimpinan ayahandanya, KH Yusuf Hasyim.

Hemat Syarikah

Kala itu terjadi gelombang penegerian madrasah. Golkar harus menang Pemilu pertama Orde Baru. Begitu banyak madrasah swasta menjadi negeri. Termasuk madrasah keluarga kami di Magetan.

Yusuf Hasyim pilih mempertahankan model salaf. Golkar pusing menghadapi Yusuf Hasyim. Kini Yusuf Hasyim diakui benar. Begitu banyak penyesalan dari pesantren yang dinegerikan.

Kami lanjut ke soal haji.

Pekerjaan yang ditangani EO tidak termasuk pengaturan hotel selama di Makkah dan Madinah. EO menangani transportasi dari Makkah ke Arafah –tempat seluruh jamaah haji sedunia kumpul di tempat dan jam yang sama. Lalu transport dari padang Arafah ke Mina dan Jamarat–tempat melempari setan dengan batu– dan kembali ke Makkah.

Jarak Makkah-Arafah sekitar 40 km. Waktu naik haji dulu saya dan empat teman pilih jalan kaki. Sulitnya: saat di padang Arafah kami tidak kebagian tenda.

Dua juta jemaah haji sedunia mendapat naungan tenda yang disediakan oleh EO. Kami tidak termasuk yang dua juta itu.

Tenda itu hanya dipakai setahun sekali. Itu pun hanya dipakai berteduh selama beberapa jam saja.

Selama jemaah haji di Arafah dan Mina sepenuhnya di tangan EO. Termasuk makannya. Di luar Arafah-Mina, makan dan hotel masih menjadi urusan Kementerian Haji.

Masih satu lagi urusan EO: transport dari Makkah ke Madinah –sekitar 400 km. Lalu dari Madinah balik ke Makkah. Termasuk penjemputan dan pengantaran ke bandara.

Dulu, tidak ada EO. Yang ada muassasah. Semacam yayasan. Niat muassasah untuk ibadah –membantu ibadahnya jemaah haji. Lalu berkembang menjadi yayasan setengah bisnis.

Kini, pemerintah Saudi melarang EO seperti itu. Harus sepenuhnya berbentuk perusahaan EO –syarikah.

Yang juga diubah oleh Gus Irfan adalah antrean pemberangkatan haji. Agar lebih adil. Selama ini daftar tunggu tiap provinsi tidak sama. Ada provinsi yang antreannya sampai 40 tahun. Misalnya Sulsel. Ada yang “hanya” 15 tahun, seperti Jabar.

Ternyata itu akibat kepintaran lobi para gubernur. Juga kepentingan pihak yang menyetujuinya. Tidak berdasar UU. Kini semua waktu tunggu dibuat sama: 24,6 tahun.

Tidak samanya waktu tunggu ternyata juga menimbulkan ketidakadilan di bidang subsidi. Orang yang sudah menaruh uang muka selama 40 tahun, kata Gus Irfan, mendapat subsidi yang sama dengan yang uang mukanya 15 tahun.

Gus Irfan punya taktik yang mengingatkan saya di tahun 2009-2011. Sebelum tender syarikah tersebut Gus Irfan memberi penjelasan terbuka kepada peserta tender: tawarlah serendah mungkin. Masukkanlah harga yang sudah kalian perhitungkan tanpa perlu cashback, tanpa komisi, dan tanpa tanda terima kasih.

Hasilnya: harga yang mereka tawarkan turun dibanding tahun lalu. Dulu per jamaah haji dikenakan biaya 2.300 riyal. Sekarang hanya 2.100 riyal. Turun 200 riyal. Kali 210.000. Kali kurs. Perusuh Disway lebih pintar menjumlahkan penghematan itu.

Itu pun pemenangnya masih menawarkan fasilitas apartemen untuk 60 pejabat Kementerian Haji. Selama musim haji. Gus Irfan menolak itu. Ia mengatakan “kalau kalian merasa masih untung, dananya tambahkan untuk meningkatkan kualitas layanan”.

Maka dengan harga yang lebih murah, kualitas naik. “Di tenda padang Arafah, dulu, tiap jaah dapat jatah kasur dengan lebar 80 cm,” ujar Gus Irfan. “Tahun ini dapat kasur lebar satu meter”.

Saya pun menepuk pundaknya. Dalam hati saya berdoa: semoga tidak ada yang sakit hati; sekarang, nanti, dan setelah menjabat kelak. (Dahlan Iskan)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |