Ini kali kedua saya ke bandara jalan kaki. Di Wamena, Papua. Kangkung Babi Bandaranya memang hanya sekitar 600 meter dari hotel: Grand Baliem.
Jalan kaki pertama saya, sudah lama nan lalu. Di Samarinda. Rumah saya persis di sebelah bandara Temindung. Belum ada pagar permanen waktu itu. Pagarnya masih asal-asalan –yang jarak antar kayunya cukup untuk di-blusuki satu badan. Tidak lama setelah pagar permanen dibangun pagar itu seperti mengusir bandaranya: pindah ke lokasi ke nun jauh.
Bandara Wamena masih di lokasi yang lama. Tapi terminalnya sudah diperbesar –tidak sebagus yang pernah diberitakan.
Ruang tunggunya penuh –lebih 100 orang. Tepat pukul 10.00, tanpa pengumuman apa pun, berkumandang lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Semula saya tidak sadar ada lagu itu –karena sedang asyik ngobrol. Saya lihat banyak orang tiba-tiba berdiri. Lalu yang lain ikut berdiri. Saya pun ikut berdiri. Demikian juga orang Papua yang saya ajak ngobrol di ruang tunggu itu.
Saya perhatikan ke sekeliling, hanya sekitar 10 persen yang tidak ikut berdiri –kebanyakan wanita. Tidak ada yang mengingatkan agar mereka berdiri. Pun petugas berbaju tentara di ruang tunggu itu.
Di apron terlihat pesawat Boeing 737 Trigana, pesawat ATR Wing Air, dan beberapa pesawat kecil yang siap berangkat ke Jayapura.
Dengan tokoh Papua itu saya ngobrol soal yang tidak berubah di Wamena: harga-harga. Tetap tinggi. Jauh lebih tinggi dari wilayah mana pun di Indonesia.
Harga bensin Rp30.000/liter. Itu kalau normal. Kadang bisa sampai Rp50.000.
Bensin untuk Wamena memang harus didatangkan lewat pesawat. Pernah, ketika Presiden Jokowi ambil keputusan ”harga BBM harus sama untuk seluruh wilayah Indonesia di mana pun”, harga bensin di Wamena sama dengan di Solo. Tapi hanya satu atau dua bulan. Setelah itu matahari kembali terbit dari timur.
Tidak ada subsidi?
Ada. Khusus untuk satu jenis BBM saja: solar. Cara memberikan subsidi pun khas Papua Pegunungan: pakai kupon berbentuk kertas.
Yang mengeluarkan kupon adalah dinas perdagangan dan perindustrian.
Siapa yang berhak mendapat kupon? Siapa saja. Mobilnya pun jenis apa saja. Tidak dibatasi cc-nya. Pokoknya semua kendaraan yang rodanya empat.
Kupon itu bisa dipakai beli solar kapan saja –maksimal sebulan dua kali. Setiap kali dipakai bisa untuk mendapat jatah BBM berapa saja: asal tidak lebih 20 liter. Harga per liternya sama dengan harga di kota Anda.
Mengatur subsidi di Wamena tidak sulit. Semua nomor mobil terdaftar di dinas perdagangan dan perindustrian.
Pun untuk pembangkit listrik tenaga diesel. Yang totalnya sampai tujuh megawatt. Betapa besar keperluan BBM-nya: harus dikirim lewat pesawat pula. Banyaknya penerbangan ke Wamena itu antara lain karena harus membawa barang aneka ria. Seperti Trigana Air itu misalnya, setiap terbang bisa membawa pula satu mobil.
Rasanya hanya talas dan pisang yang Wamena swasembada. Tambah satu: buah merah –yang penuh khasiat obat itu. Kangkung pun dari Jayapura. “Kangkung memang bisa tumbuh di Wamena, tapi yang dari Jayapura lebih enak,” ujar sahabat Disway di sana.
Di Wamena, kangkung jadi sayur kesukaan. Hampir setiap makan ada sayur kangkungnya. Di masak apa saja. Termasuk untuk campuran makan talas.
Meski di hampir tiap rumah di desa punya peliharaan babi, tetap saja Wamena kekurangan daging babi. Harus ada babi yang naik pesawat ke Wamena. Harga satu babi besar bisa Rp50 juta. Adiknya, Rp40 juta.
Sebenarnya banyak peluang memproduksi apa saja di Wamena. Mulai ayam, air minum sampai ternak babi. Rasanya salah satu dari 100 batalyon baru bentukan Presiden Prabowo akan dibangun di Wamena: Batalyon Teritorial Pembangunan. Resimen khususnya bisa beternak babi dan menanam kangkung di sana.
Kalau pun tidak banyak bisa memberikan lapangan kerja, setidaknya bisa menurunkan harga-harga yang keterlaluan mahalnya di Wamena. (Dahlan Iskan)






























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5304440/original/011493200_1754271410-emas_3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4692327/original/076878600_1703038223-Ilustrasi_ibu_dan_anak_laki-lakinya.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/957870/original/076978800_1439802056-jokowi-3.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4078820/original/073317100_1656988242-pexels-j__shoots-4277.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4263593/original/054502900_1671185465-T_albo_041109_011_resize.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3239343/original/059385600_1600230916-photo-1566004100631-35d015d6a491.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5253791/original/032620300_1750061407-baby-boy-striped-shirt-is-sleeping-bed.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3176662/original/077389200_1594444330-Photo_by_Juan_Encalada_on_Unsplash.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4855115/original/075891600_1717661103-Ilustrasi_bayi_perempuan.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4652526/original/011842300_1700205368-Ilustrasi_bayi_laki-laki.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1390288/original/076933800_1477898103-bluecoralsnake.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4612735/original/020424700_1697457852-vitaliy-zalishchyker-tQCFYZ1bLJE-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4127832/original/025254300_1660804798-Halte_Gelora_Bung_Karno_Beroperasi_Kembali-Herman_2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3502003/original/013722800_1625541140-gustavo-cultivo-fzUEvgttIRI-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3041809/original/072531900_1580884458-schengen-visa-greece.jpg)

