Ketika Sukabumi Siaga, Mengubah Zona Merah Jadi Zona Harapan

2 hours ago 2

SUKABUMI — Pagi itu, langit Nyalindung tampak teduh. Embun masih menggantung di pucuk-pucuk daun, seolah enggan pergi. Di sebuah aula sederhana, puluhan pasang mata berkumpul. Mereka bukan sekadar hadir untuk mendengar, tapi untuk belajar bertahan dari sesuatu yang tak pernah bisa ditebak yakni bencana.

Kabupaten Sukabumi, dengan segala keelokan alamnya, ternyata menyimpan potensi bahaya yang tak kecil. Gunung, rimba, laut, dan pantai yang oleh masyarakat dikenal dengan istilah (gurilaps) menjadi keindahan sekaligus tantangan. Di balik hijaunya perbukitan dan derasnya sungai, tersimpan risiko longsor, banjir, hingga tanah bergerak.

“Sukabumi masuk zona merah bencana. Nomor satu di Jawa Barat menurut IRBI,” ujar Enok Komariah, Kepala Bidang Linjamsos Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, dengan nada tenang namun penuh makna.

Ia hadir dalam kegiatan sosialisasi dan simulasi Kampung Siaga Bencana (KSB) di Desa Nyalindung, Kamis (20/11/2025). Bagi Enok, bencana bukan hanya soal data dan peta risiko. Ia soal kesiapan hati, soal keberanian untuk tidak menyerah.

“Ketika bencana datang, masyarakat harus tahu apa yang harus dilakukan. Karena itu, mereka harus dilibatkan, bukan hanya jadi korban,” lanjutnya.

Di barisan depan, Kepala Desa Nyalindung, Asep Supriadi akrab disapa Bang Hasmenyimak dengan saksama. Baginya, hari itu adalah jawaban dari doa panjang warganya. Desa yang ia pimpin memiliki empat titik rawan tanah labil. Beberapa rumah bahkan sudah retak, pelan-pelan digeser oleh tanah yang tak lagi stabil.

“Kami sudah lama menanti pembentukan Kampung Siaga Bencana. Hari ini, harapan itu datang,” ucapnya lirih.

Ia tahu, pemerintah tak bisa selalu hadir dalam hitungan menit saat bencana datang. Tapi jika warganya dibekali pengetahuan, jika keluarga-keluarga tahu cara menyelamatkan diri, maka nyawa bisa diselamatkan. Dan itu lebih berharga dari segalanya.

Iwan Triyanto, Kepala Bidang Linjamsos Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, menegaskan bahwa penanganan bencana bukan tugas satu pihak. Ia adalah kerja bersama pemerintah, masyarakat, relawan, bahkan dunia usaha.

“Kami sangat terbuka untuk kolaborasi. Karena bencana tak memilih waktu, dan tak memilih korban,” katanya.

Ia menyebut Sukabumi sebagai daerah yang luas dan kompleks. Dari dataran rendah hingga pegunungan, dari pesisir hingga hutan. Semua punya potensi bencana masing-masing. Tapi juga, semua punya potensi kekuatan jika disatukan.

Di akhir kegiatan, para peserta simulasi tampak lebih percaya diri. Mereka belajar cara evakuasi, mengenali tanda-tanda bahaya, dan yang terpenting: membangun kesadaran bahwa keselamatan adalah tanggung jawab bersama.

Hari itu, Nyalindung bukan sekadar desa yang rawan bencana. Ia menjadi simbol dari harapan. Bahwa dari kampung kecil, bisa tumbuh ketangguhan besar. Bahwa dari pelatihan sederhana, bisa lahir penyelamat-penyelamat masa depan.

Dan ketika alam kembali menguji, mereka tak lagi hanya menunggu. Mereka siap berdiri. Bersama.(**)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |