Oleh: Yulianti (Dosen Institut Citra Buana Indonesia)
Demokrasi, baik di tingkat nasional maupun institusional, menuntut agar proses pemilihan pemimpin dilaksanakan secara bebas, adil, dan terbuka. Dalam konteks perguruan tinggi, pemilihan rektor menjadi momen penting karena tidak hanya memilih pemimpin institusi, tetapi juga menunjukkan tingkat kedewasaan demokrasi internal kampus. Artikel ini mengkaji konsep demokrasi dalam pemilihan rektor, implementasinya di kampus Indonesia, tantangan yang ditemui, dan implikasinya bagi budaya kampus.
Kerangka Teoritis
Beberapa prinsip dasar demokrasi yang relevan untuk pemilihan rektor antara lain:
* Asas kebebasan (free): pemilih dan calon memiliki kebebasan untuk memilih dan dipilih tanpa tekanan.
* Asas kesetaraan (equal opportunity): semua pemilih memiliki hak yang sama dalam proses pemilihan.
* Asas transparansi dan akuntabilitas: mekanisme pemilihan, penghitungan suara, serta hasil harus dapat diakses dan dipertanggungjawabkan.
* Legitimasi pemimpin: seseorang yang terpilih memperoleh legitimasi dari proses dan hasil yang diterima oleh pemangku kepentingan.
Dalam konteks kampus, pemilihan rektor menjadi bagian dari demokrasi internal yang memungkinkan sivitas akademika — dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa (tergantung regulasi) — untuk berpartisipasi dan mengalami proses demokrasi secara langsung.
Implementasi di Perguruan Tinggi Indonesia
Penelitian menunjukkan bahwa dalam beberapa perguruan tinggi di Indonesia, pemilihan rektor telah mengimplementasikan prinsip-demokrasi tersebut dengan baik. Misalnya, penelitian di IKIP PGRI Pontianak menemukan bahwa pelaksanaan pemilihan rektor sudah menerapkan asas keterbukaan, persamaan hak pemilih, dan kebebasan calon serta pemilih. ([Jurnal Upgripnk][1])
Secara lebih luas, artikel opini mencatat bahwa meski kerangka demokrasi kampus ada, praktiknya menunjukkan potensi intervensi eksternal seperti kekuatan politik luar kampus yang memengaruhi pemilihan rektor di kampus negeri. ([Kompas][2])
Aspek-aspek Demokrasi dalam Pemilihan Rektor
Kebebasan dan Persamaan Hak
Dalam studi IKIP PGRI Pontianak disebutkan: “semua pemilih memiliki persamaan dan kesetaraan tidak ada yang kita beda-bedakan dalam pemilihan rektor.” ([Jurnal Upgripnk][1]). Kebebasan juga ditegaskan melalui mekanisme yang memungkinkan pemilih menentukan calon tanpa tekanan.
Transparansi dan Keterbukaan
Keterbukaan dijumpai dalam bentuk publikasi proses pemilihan, mekanisme pemungutan suara, dan pengumuman hasil di kampus tersebut. ([Jurnal Upgripnk][1]). Namun, dalam praktik di perguruan tinggi negeri, terdapat kritik bahwa mekanisme internal masih kurang terbuka dan terdapat campur tangan eksternal. ([Kompas][2])
Legitimasi dan Akseptabilitas Hasil
Legitimasi pemimpin kampus terbentuk ketika proses pemilihan dianggap adil, inklusif, dan diterima oleh pemangku kepentingan. Apabila terdapat persepsi bahwa pemilihan diintervensi atau tidak jujur, maka legitimasi rektor terpilih akan dipertanyakan. ([Kompas][2])
Tantangan dan Hambatan
Beberapa hambatan penting yang sering muncul:
* Intervensi eksternal atau elit kampus: Artikel opini menyoroti bahwa proses pemilihan rektor di beberapa kampus negeri “menjadi gelanggang perebutan kekuasaan dari kekuatan luar kampus”. ([Kompas][2])
* Ketidakjelasan mekanisme partisipasi: Kadang mahasiswa atau elemen sivitas akademika lain tidak secara resmi dilibatkan atau akses informasinya terbatas.
* Ketidaknetralan penyelenggara: Jika panitia pemilihan tidak netral atau proses penjaringan calon tidak adil, maka aspek demokrasi akan tergerus.
* Persepsi tentang demokrasi simbolik: Pemilihan rektor bisa semata ritual tanpa perubahan substansial dalam kepemimpinan atau tata kelola kampus.
Implikasi bagi Budaya Kampus
Jika pemilihan rektor dijalankan dengan prinsip demokrasi yang baik, maka beberapa implikasi positif bisa muncul:
* Budaya partisipatif dan kolegial dalam pengambilan keputusan institusi makin diperkuat.
* Kepemimpinan yang terpilih akan memiliki legitimasi lebih kuat dan penerimaan dari sivitas akademika lebih tinggi.
* Mahasiswa dan dosen ikut mengalami praktik demokrasi, sehingga kampus menjadi laboratorium demokrasi yang nyata.
Sebaliknya, bila proses dicurigai tidak adil, maka efeknya bisa berupa: menurunnya kepercayaan sivitas, konflik internal kampus, dan degradasi fungsi demokrasi di kampus.
Rekomendasi untuk Memperkuat Demokrasi dalam Pemilihan Rektor
Berdasarkan tinjauan di atas, beberapa rekomendasi dapat diajukan:
1. Menetapkan regulasi internal kampus yang jelas dan mengikat mengenai pemilihan rektor, termasuk hak dan kewajiban pemilih dan calon.
2. Meningkatkan transparansi proses melalui publikasi jadwal, kriteria calon, mekanisme pemungutan suara, dan hasil secara terbuka.
3. Melibatkan sivitas akademika lebih luas — mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan — sesuai dengan struktur yang ditetapkan untuk meningkatkan partisipasi.
4. Menjamin netralitas panitia penyelenggara dengan mekanisme pengawasan independen dan sanksi bagi pelanggaran.
5. Memasukkan pendidikan demokrasi ke dalam kurikulum kampus sehingga sivitas memahami dan menghargai proses demokrasi internal.
KESIMPULAN
Pemilihan rektor di perguruan tinggi dapat dan sebaiknya diperlakukan sebagai pesta demokrasi internal, di mana sivitas akademika mengalami langsung proses demokrasi yang terbuka, adil, dan bermakna. Studi di IKIP PGRI Pontianak menunjukkan bahwa aspek-prinsip demokrasi dapat diimplementasikan dalam pemilihan rektor. ([Jurnal Upgripnk][1]). Namun, terdapat tantangan signifikan di banyak kampus, termasuk intervensi eksternal dan kurangnya transparansi seperti yang diungkap dalam penelitian opini. ([Kompas][2])
Untuk merealisasikan potensi demokrasi kampus secara penuh, kampus perlu memastikan bahwa pemilihan rektor bukan sekadar formalitas, tetapi momentum memperkuat tata kelola yang demokratis, akuntabel, dan berdaya guna bagi seluruh sivitas. (*)































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5304440/original/011493200_1754271410-emas_3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4692327/original/076878600_1703038223-Ilustrasi_ibu_dan_anak_laki-lakinya.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/957870/original/076978800_1439802056-jokowi-3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5283839/original/070148500_1752566379-hl3.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4078820/original/073317100_1656988242-pexels-j__shoots-4277.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4263593/original/054502900_1671185465-T_albo_041109_011_resize.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3239343/original/059385600_1600230916-photo-1566004100631-35d015d6a491.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5253791/original/032620300_1750061407-baby-boy-striped-shirt-is-sleeping-bed.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3176662/original/077389200_1594444330-Photo_by_Juan_Encalada_on_Unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4855115/original/075891600_1717661103-Ilustrasi_bayi_perempuan.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4652526/original/011842300_1700205368-Ilustrasi_bayi_laki-laki.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1390288/original/076933800_1477898103-bluecoralsnake.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4612735/original/020424700_1697457852-vitaliy-zalishchyker-tQCFYZ1bLJE-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3502003/original/013722800_1625541140-gustavo-cultivo-fzUEvgttIRI-unsplash.jpg)