Tata Ulang Reforma Agraria, Menteri ATR/BPN Tunda Penandatanganan HGU

12 hours ago 2

JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menata ulang implementasi kebijakan Reforma Agraria guna mewujudkan pemerataan penguasaan dan pemilikan tanah yang lebih berkeadilan. Dalam proses penataan tersebut, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa pemerintah menunda penandatanganan permohonan baru, perpanjangan, maupun pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) selama satu tahun terakhir.

Penundaan ini dilakukan sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh atas tata kelola HGU yang dinilai perlu diselaraskan kembali dengan tujuan utama Reforma Agraria, yakni mengurangi ketimpangan penguasaan lahan dan memperkuat keadilan sosial.

“Ini terkait penyelesaian Reforma Agraria, belum satu pun saya tanda tangani. Saat ini di meja saya sudah ada total 1.673.000 hektare HGU, baik permohonan baru, perpanjangan, maupun pembaruan. Penundaan ini karena kami ingin menata kembali kebijakan tersebut,” ujar Nusron Wahid saat menjadi keynote speaker dalam Lokakarya dan Konsolidasi Nasional yang diselenggarakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Jakarta yang dikutip Radar Sukabumi pada halaman resmi website Kementerian ATR/BPN pada Jumat (19/12/2025).

Menteri Nusron menegaskan bahwa pengelolaan Reforma Agraria harus kembali pada prinsip dasar konstitusi, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Menurutnya, Reforma Agraria bukan semata soal legalitas lahan, melainkan instrumen untuk mendorong pemerataan ekonomi dan menekan kesenjangan sosial. Penataan ulang kebijakan HGU diharapkan mampu berkontribusi dalam menurunkan ketimpangan penguasaan tanah yang selama ini berdampak pada tingginya rasio ketimpangan.

“Jika kita bicara pemerataan, Reforma Agraria harus ditata ulang agar benar-benar mampu mengurangi kesenjangan antara masyarakat berpendapatan tinggi dan rendah. Itulah sebabnya pemerintah belum menandatangani HGU untuk saat ini,” kata Nusron.

Selain melakukan moratorium HGU, Kementerian ATR/BPN juga mempercepat penyelesaian persoalan tapal batas antara kawasan hutan dan Area Penggunaan Lainnya (APL) bersama Kementerian Kehutanan.

Penegasan batas wilayah ini dinilai krusial karena banyak konflik agraria berakar dari ketidakjelasan status lahan, terutama ketika tanah yang telah lama dikelola dan dimanfaatkan masyarakat tiba-tiba diklaim sebagai kawasan hutan.

“Kita mulai menyelesaikan batas-batas kawasan hutan dan APL secara bertahap, dimulai dari provinsi dengan intensitas konflik rendah. Banyak konflik terjadi karena peta dan batas kawasan yang belum jelas,” ujar Menteri Nusron.

Langkah penataan ulang kebijakan Reforma Agraria tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Konsorsium Pembaruan Agraria. Dalam forum yang mengangkat tema “Memulihkan Krisis Agraria dan Ekologis melalui Aksi Bersama Reforma Agraria Kehutanan sesuai Mandat TAP MPR IX/2001”, Majelis Pakar KPA Iwan Nurdinmenyampaikan apresiasinya terhadap arah kebijakan Kementerian ATR/BPN.

“Kami berharap ada percepatan penyelesaian konflik agraria dari Kementerian ATR/BPN, termasuk penegasan tapal batas kehutanan dan kebijakan moratorium HGU yang saat ini dilakukan,” ujar Iwan.

Lokakarya nasional tersebut juga dihadiri Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika beserta jajaran pengurus KPA. Turut hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, yang membahas peran legislatif dalam penguatan kebijakan Reforma Agraria.

Melalui penataan ulang kebijakan HGU dan percepatan penyelesaian konflik agraria, pemerintah berharap Reforma Agraria tidak hanya menjadi program administratif, tetapi benar-benar menghadirkan keadilan sosial, kepastian hukum, serta keberlanjutan pengelolaan sumber daya agraria bagi masyarakat, pungkasnya. (Den)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |