Tragedi MBG: Dari Muntah Massal, Dapur SPPG hingga Jerat Hukum Efek Jera

1 day ago 9

Oleh: Iskandar Sitorus.
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch

Hari itu sekolah berubah jadi ruang darurat. Puluhan bahkan ratusan anak tergeletak, pucat, muntah bergantian, sebagian harus dipapah ke Puskesmas maupun rumah sakit. Video beredar cepat, publik menyebutnya “keracunan massal MBG” -Makan Bergizi Gratis- yang seharusnya menyehatkan, tetapi justru jadi “racun” bersama.

Namun dalam audit pangan, video tersebut hanyalah gejala visual, bukan bukti ilmiah. Pertanyaan mendasar adalah, racun apa yang bekerja, siapa yang lalai, dan bagaimana bisa satu menu menjatuhkan begitu banyak anak/siswa sekaligus?

Jejak gejala, muntah ke dugaan toksin

Literatur epidemiologi bicara jelas, bahwa onset cepat (menit–jam) dengan muntah dominan kuat mengarah pada enterotoksin staphylococcus aureus, itu racun yang tak mati meski mie digoreng ulang. Alternatif lain bisa clostridium perfringens, bakteri yang tumbuh saat nasi/lauk ditahan di suhu ruang, memicu diare 6–24 jam kemudian.

Dari kronologi korban, terlihat onset cepat. Artinya, ini bukan sekadar “salah makan pedas” melainkan paparan toksin yang serius.

Audit Fakta

Investigasi keracunan makanan MBG itu wajib menyertakan:
1 Data epidemiologi berisi tentang siapa makan apa, jam berapa, siapa sakit kapan.

2 Sampel makanan dan muntahan korban, diuji mikrobiologi dan toksin.

3 Audit dapur SPPG, terkait bagaimana penyimpanan, peralatan, sanitasi, siapa penjamah, bahan apa dipakai.

Tanpa hasil laboratorium, tudingan-tudingan hanyalah spekulasi. Bisa saja racun bukan hanya bakteri, tapi juga kimia: minyak tengik, pestisida pada sayur, atau sisa deterjen di wajan. Jadi, hal itu harus diteliti, harus dibuktikan.

Hukum bicara dari administratif, pidana, hingga keuangan negara

Perspektif administratif, harus memperlihatkan bahwa sekolah dan SPPG wajib pastikan dapur memenuhi standar higienitas sesuai UU Pangan, PP Keamanan Pangan, Permendikbud. Jika lalai? Izin bisa dicabut, kontrak harus dibekukan.

Dari sisi pidana, maka vendor/penjamah bisa dijerat pasal 359–360 KUHP terkait kelalaian yang sebabkan luka/kematian hingga pasal 14 UU Pangan tentang produksi pangan berbahaya, dimana ancaman hukuman 5 tahun dan denda Rp10 miliar.

Dari sudut pandang korporasi dan pejabat, maka mereka bisa dijerat jika lalai lakukan pengawasan, bisa kena pasal “turut serta” sesuai KUHP pasal 55. Jika ada suap/gratifikasi kontrak, maka bisa masuk UU Tipikor.

Dari sisi keuangan negara, seluruh biaya pengobatan korban ditanggung BPJS dan APBD. Artinya, terjadi kerugian negara yang nyata. Bisa ditagih balik ke vendor yang lalai melalui mekanisme subrogasi dan gugatan perdata sesuai pasal 1365 KUHPerdata.

Pertanggungjawaban MBG beracun

Vendor atau 3 orang SPPG pengelola tiap dapur cenderung terjerat kelalaian dapur, bahan busuk, dan distribusi tidak aman. Pemda/Dinas bisa diciduk karena gagal awasi, kontrak asal-asalan, tak ada inspeksi.

Badan Gizi Nasional (BGN) bisa dijadikan saksi karena sebagai penerbit regulasi yang longgar, lambat respon, tak siapkan sistem sanksi, yang jika terbukti maka bisa juga dijerat pidana.

Ini uraian rinci, langkah demi langkah terkait siapa bertanggung jawab di setiap titik rantai produksi MBG, dari bahan datang sampai makanan itu singgah ke meja siswa, supaya gampang dipakai polisi untuk pembuktian.

Juga bisa dipakai oleh BGN/Pemda untuk pengaturan ulang, dan oleh auditor/investigator lapangan untuk checklist bukti, yakni:

1. Rantai alur singkat pengadaan bahan ke penerimaan bahan di dapur vendor lalu ke penyimpanan kemudian ke persiapan (cuci/iris) lantas ke area memasak, berlanjut ke pendinginan/holding bermuara ke pengemasan, lalu ke pengantaran (transport), berujung di serah terima dan konsumsi di sekolah. Di tiap fase itu ada peran dan tanggung jawab spesifik.

2. Komposisi “3 orang pengelola/pegawai BGN” di tiap dapur SPPG. Kalau tiap dapur dikelola oleh 3 orang itu maka ini susunan peran yang logis dan fungsional sekaligus mempermudah penentuan tanggung jawab jika terjadi kelalaian:

* Manajer/pimpinan operasional tanggung jawabnya: kontrak, pemilihan pemasok, anggaran, jaminan sertifikasi dan izin, dokumentasi, pelaporan ke Pemda/BGN. Potensi kelalaian bisa karena, kontrak dengan pemasok tak lolos uji, menekan biaya sampai mengorbankan mutu, mempekerjakan tenaga tanpa pelatihan/izin.

* Kepala produksi/kepala dapur bertanggung jawab menjalankan SOP produksi dan hygiene (HACCP basics), pengawasan juru masak, catatan suhu masak/holding, pemisahan bahan mentah versus matang. Potensi kelalaiannya, bisa saja karena memasak tidak mencapai suhu aman, menyimpan makanan terlalu lama, tidak menerapkan sanitasi.

* Koordinator quality-control dan logistik, termasuk pengiriman memiliki tanggung jawab, yakni pemeriksaan bahan terima (visual + label), catat tanggal kedatangan/lot, cek suhu cold chain, pengemasan aman, kontrol kendaraan pengantar (kebersihan + suhu), penandaan (timestamp, isi). Potensi kelalaian yang terjadi, pengiriman tanpa kontrol suhu, penggunaan wadah kotor, route/pengiriman panjang tanpa jeda suhu aman.

Sebagai catatan, selain 3 orang itu, bisa saja ada tenaga lapangan seperti juru masak, asisten dapur, pengemudi, petugas kebersihan, maka semua harus tercatat dan punya bukti pelatihan/sertifikat kesehatan.

3. Peran dan tanggung jawab terperinci per titik proses, apa yang harus dilakukan dan bukti apa yang mesti dikumpulkan bila ada dugaan keracunan, bisa kita lihat dari:

* Pengadaan bahan (pemasok), bertanggung jawab: menyediakan bahan sesuai standar mutu (tanggal kedaluwarsa, sertifikat, label), menjamin rantai dingin untuk produk yang butuh (daging, susu), menyertakan dokumen asal (faktur, surat jalan, nomor lot).

Bukti penting yang diperlukan investigator: faktur dan surat jalan, nomor lot, sertifikat supplier, hasil uji mutu jika ada, foto/rekaman waktu muat, daftar penerimaan sebelumnya (pattern). Kelalaian yang sering terjadi adalah penjualan bahan kadaluarsa, substitusi bahan murah/berbahaya, tidak menyimpan dokumen traceability.

* Penerimaan bahan di dapur, tanggung jawab atas: pemeriksaan visual dan sensor suhu saat diterima, menolak bahan yang mencurigakan, tanda terima dengan cap dan nama penerima, pencatatan lot dan tanggal.

Bukti: tanda terima berstempel, catatan suhu saat terima, foto bahan, CCTV penerimaan, tanda tangan penerima. Red flag yakni bahan diterima meski cacat, tidak ada catatan suhu, bahan disimpan langsung bersama makanan jadi.

* Penyimpanan (cold storage dan dry storage), bertanggung jawab, menjaga suhu + rotasi stok (FIFO), label tanggal buka, kebersihan rak, catatan maintenance kulkas.

Bukti, log suhu kulkas/freezer, laporan pemeliharaan, foto kondisi penyimpanan, catatan rotasi stok. Red flag: tidak ada termometer, suhu di luar standar, bahan mentah dan matang bercampur.

* Persiapan (cuci dan pemotongan), tanggung jawab: cuci sayur dengan air bersih, sanitasi peralatan, gunakan talenan/pisau berbeda untuk daging dan sayur, pemeriksaan residu pestisida jika mencurigakan.

Bukti, foto tahap persiapan, kuisioner pelatihan hygiene, hasil swab permukaan talenan jika diuji, catatan penggunaan air bersih. Red flag: tidak ada pencuci bekal, talenan kotor, air limbah dekat area cuci.

* Memasak (core cooking), bertanggung jawab atas: suhu internal masak sesuai standard (mis. daging ≥75°C), durasi masak yang benar, tidak menahan makanan terlalu lama pada suhu berbahaya.

Bukti, termometer suhu masak, catatan suhu setiap batch, saksi/keterangan juru masak, video proses memasak. Red flag: tak ada termometer, masak hanya “cek rasa” tanpa pengukuran suhu, sisa masakan dipanaskan ulang berkali-kali.

* Pendinginan/holding (setelah dimasak), bertanggung jawab: mendinginkan cepat bila tidak disajikan segera (cooling curve), simpan di bawah 5°C atau pegang di >60°C untuk hot holding, tidak menaruh makanan matang di suhu ruang >2 jam.

Bukti, catatan waktu memasak ke waktu pengemasan, log holding temperature, foto wadah penyimpanan. Red flag: makanan disimpan di suhu ruang berjam-jam, tidak ada catatan pendinginan.

* Pengemasan dan pelabelan, tanggung jawabnya, gunakan wadah bersih dan aman, label tanggal/jam, informasi allergen jika perlu, penutup rapat.

Bukti, sampel kemasan, foto kemasan, label batch, daftar isi pengiriman per sekolah. Red flag: wadah terbuka, tidak ada label, paket campur untuk beberapa sekolah.

* Pengantaran/transport, tanggung jawab: kendaraan bersih; alat pendingin bila diperlukan, rute dan waktu terjadwal, pengemudi bertanda terima dokumen, jaga keamanan makanan selama perjalanan.

Bukti, log kendaraan, suhu kendaraan saat loading/unloading, tanda terima sekolah (waktu), GPS/route log, statement pengemudi. Red flag: pengiriman berjam-jam tanpa pendingin, kendaraan kotor/terbuka, tidak ada bukti waktu serah terima.

* Serah terima dan konsumsi di sekolah, tanggung jawab sekolah (kepala sekolah dan petugas), dan bisa di cek kondisi paket saat diterima, simpan sesuai SOP jika tidak langsung dibagi, informasikan pada orang tua bila ada masalah, catat konsumen (siapa makan).

Bukti, tanda terima dari sekolah, daftar siswa yang makan, CCTV waktu pembagian, laporan insiden. Red flag: paket dibuka langsung di luar ruangan panas; catatan penerima tidak lengkap.

4. Kesalahan bisa dipidana/administratif.

* Kesalahan di tahap bahan (pemasok): tanggung jawab pemasok bisa pidana/perdata atas produk berbahaya.

* Kesalahan di tahap masak/penyimpanan (vendor/SPPG): tanggung jawab vendor, kepala dapur, juru masak bisa dijerat pidana sesuai pasal 14 UU Pangan, KUHP 359/360, administratif berupa pencabutan izin/kontrak.

* Kesalahan di tahap pengantaran (koordinator logistik/pengemudi/vendor): vendor dan koordinator logistik bisa pidana/perdata jika terbukti menjadi penyebab kontaminasi.

* Kelalaian pengawasan (Pemda/Dinas/BGN): bila terbukti gagal melakukan pengawasan yang seharusnya (seperti inspeksi, sertifikasi), pejabat terkait bisa diminta pertanggungjawaban administratif/politik; dalam kasus sistemik dan jika disertai korupsi juga dimungkinkan tindakan pidana dan tipikor.

* Sekolah (kepala sekolah/petugas): jika tidak menjalankan SOP penerimaan atau menutup-nutupi kejadian, kena administrasi/perdata/pidana tergantung unsur kelalaian/sengaja.

5. Bukti krusial yang mesti diamankan:

* Sisa makanan (kulkas), diambil sampel untuk laboratorium toksikologi dan mikrobiologi.
* Sampel muntah/tinja korban (dengan persetujuan medis) untuk kultur/PCR/toksin.
* Catatan penerimaan bahan dan faktur supplier.
* Log suhu (dapur, kulkas, kendaraan).
* SOP dan manual kerja vendor, sertifikat HACCP/halal/izin usaha.
* Daftar pegawai/pekerja dan bukti pelatihan/surat keterangan sehat.
* CCTV (dapur, muat, serah terima) + foto proses.
* Pernyataan saksi (dari juru masak, pengemudi, guru, korban).
* Chain of custody form saat pengambilan sampel (penting untuk bukti lab admissibility).
* Dokumentasi kontrak dan pembayaran.

6. “Red flags” yang menandakan kelalaian/penyebab potensial, adalah:

* Tidak ada catatan suhu atau termometer hilang.
* Makanan disimpan di suhu ruang >2 jam tanpa pendinginan.
* Penggunaan kembali minyak/tidak ada pergantian rutin.
* Bahan tanpa label/lot atau sudah melewati tanggal.
* Tidak ada bukti training hygiene bagi penjamah.
* Tidak ada tandatangan penerima di sekolah/tanda terima dibuat belakangan.
* Rute pengantaran jauh dan tanpa alat pendingin, namun diklaim fresh.

7. Rekomendasi cepat untuk mencegah kejadian berulang, yang praktis dan terukur.

Halaman: 1 2

Read Entire Article
Information | Sukabumi |