Oleh : Mustofa Hasan Nawawi
Mahasiswa S1 – PPKn Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi
Pendidikan adalah hak setiap anak yang dijamin oleh konstitusi negara. Namun, meskipun sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami berbagai perbaikan, praktik pungutan liar di sekolah tetap menjadi masalah serius yang mengancam kualitas dan pemerataan pendidikan.
Pungutan liar (pungli) di sekolah sering kali tidak hanya merugikan orang tua, tetapi juga membebani siswa dan menciptakan ketidakadilan dalam akses pendidikan yang seharusnya merata dan adil bagi semua.
Pungli yang Merugikan
Pungutan liar di sekolah sering kali terjadi dalam bentuk biaya yang tidak tercantum dalam daftar biaya resmi yang dikeluarkan oleh pihak sekolah.
Biaya-biaya ini bisa berupa sumbangan sukarela yang sebenarnya tidak bersifat sukarela, pengumpulan uang untuk kegiatan tertentu tanpa transparansi, hingga pungutan untuk fasilitas yang seharusnya sudah dibiayai oleh anggaran pemerintah. Hal ini tentu saja membebani orang tua, khususnya mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Tak jarang, pungli ini dilakukan dengan cara yang sangat tidak etis, seperti mengancam siswa untuk menyerahkan sejumlah uang agar dapat mengikuti ujian atau kegiatan sekolah tertentu.
Dalam beberapa kasus, pungli juga sering terjadi dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB), di mana orang tua terpaksa memberikan uang tambahan agar anaknya diterima di sekolah favorit. Praktik-praktik semacam ini tidak hanya merugikan orang tua, tetapi juga menciptakan ketimpangan dalam akses pendidikan yang berkualitas.
Menghambat Kualitas Pendidikan
Selain merugikan secara finansial, pungutan liar juga dapat menghambat kualitas pendidikan. Ketika biaya pendidikan dibebankan secara sepihak kepada orang tua, sebagian besar sekolah terpaksa lebih mengutamakan kegiatan yang menghasilkan dana tambahan, ketimbang focus pada peningkatan kualitas pengajaran dan kurikulum.
Misalnya, anggaran untuk pengembangan fasilitas atau program pendidikan sering kali dialihkan untuk menutupi biayabiaya tidak resmi, yang seharusnya sudah ditanggung oleh negara.
Pungli juga dapat menimbulkan diskriminasi antara siswa yang mampu membayar dengan yang tidak. Siswa dari keluarga mampu mungkin akan mendapatkan perlakuan istimewa atau fasilitas tambahan, sementara siswa dari keluarga kurang mampu bisa jadi merasa terpinggirkan dan tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengembangkan potensi mereka.
Dampak Sosial dan Moral
Pungli di sekolah tidak hanya berdampak pada kondisi ekonomi keluarga, tetapi juga dapat merusak nilai-nilai moral yang seharusnya diajarkan dalam pendidikan. Ketika pungli dianggap sebagai hal yang “biasa” atau “wajar”, maka akan tumbuh budaya ketidakjujuran dan ketidakadilan di lingkungan sekolah.
Ini berisiko menanamkan pola pikir bahwa uang adalah segalanya dan bahwa sistem yang seharusnya adil bisa dipermainkan demi kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, praktik ini mengajarkan pada anak-anak bahwa cara-cara yang tidak transparan dan tidak adil bisa diterima dalam kehidupan sosial mereka. Tentu saja, ini berpotensi membentuk generasi yang kurang peduli terhadap integritas dan keadilan, yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Halaman: 1 2