Angsa Hitam

17 hours ago 3

Judul skenario itu: “Angsa Hitam”. Yang membawakan: Angsa Hitam Andi Widjajanto. Pentasnya: Purnomo Yusgiantoro Center (PYC). Arenanya: Pullman Hotel, Jakarta.

“Apakah kita siap menghadapi keadaan Angsa Hitam,” ujar Andi Widjajanto di seminar pertahanan nasional pekan lalu itu.

Presiden SBY (2004-2014), juga melihat lembaga-lembaga internasional melemah. Mulai PBB sampai APEC. Pun di regional tingkat ASEAN.

“Saya malu. Untuk mengatasi konflik sesama anggota ASEAN sampai minta Amerika Serikat turun tangan,” ujar SBY dalam keynote speech hari itu.

Sudah lama saya tidak bertemu Pak SBY. Terakhir sekelebatan ketika bersalaman di acara bedah buku Mbak Tutut tiga-empat bulan lalu.

Kini tubuh Pak SBY kelihatan jauh lebih langsing. Ia hari itu memperkenalkan diri dalam jabatan barunya: “predikat saya sekarang adalah seniman”.

Presiden SBY memang banyak cawe-cawe dalam seni lukis tahun-tahun terakhir ini. Di samping mencipta lagu dan menyanyi.

Konflik dua negara yang dimaksud Pak SBY adalah kontak senjata di perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Tahun lalu. Saat itu seperti tidak ada inisiatif yang datang dari sesama anggota ASEAN untuk menyelesaikannya. Donald Trump-lah yang turun tangan.

Purnomo Yusgiantoro sendiri adalah penasihat Presiden Prabowo di bidang pertahanan. Ia mantan menteri ESDM. Juga mantan menteri pertahanan. Kini ia menjadi pimpinan puncak di Universitas Pertahanan (Unhan). Maka banyak mahasiswa S-2 Unhan yang hadir. Termasuk dari salah satu jurusannya: prodi keadaan krisis. Itulah prodi satu-satunya di seluruh Indonesia.

Saya juga bertemu banyak teman lama. Dua mantan menlu (Hasan Wirajuda dan Alwi Shihab), mantan Menko Polhukam Djoko Suyanto yang kami sebut sebagai ”ketua kelas” di kabinet Pak SBY, banyak pula jenderal yang dulu olahraga pagi di Monas.

Pertanyaan besarnya: Apakah skenario Angsa Hitam ini gejala permanen atau hanya sementara.

“Kalau ini gejala sementara, solusinya mudah. Tidak perlu ada upaya apa-apa. Kita tunggu saja sampai tahun 2029,” ujar Andi yang ”berani” meletakkan jabatan sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di akhir masa pemerintahan Presiden Jokowi.

Di tahun 2029 itu Donald Trump memang berhenti sebagai Presiden Amerika. Tapi tetap saja tanda tanya: siapa yang akan menggantikannya. Di sini tetap bisa muncul skenario Angsa Hitam. Apalagi kalau yang terpilih JD Vance, wapres Trump sekarang.

Istilah politik ”Angsa Hitam” muncul sudah sejak lama: tahun 1600-an. Yakni sejak ada orang Eropa ke Australia. Di benua baru itu Si Eropa terkejut: ternyata tidak semua angsa itu berwarna putih. Di Australia mereka kaget: menemukan ada angsa berwarna hitam. Berarti tidak benar kepercayaan lama semua angsa itu berwarna putih.

Sejak itulah kejutan-kejutan dalam politik diistilahkan dengan Angsa Hitam. Itu untuk menggambarkan keadaan yang tidak normal.

Bebek juga sering dipakai untuk istilah politik: membebek. Masih ada satu lagi: lame duck. Bebek pincang. Yakni untuk menggambarkan ketidakberdayaan pemimpin puncak karena hilangnya dukungan. Atau pemimpin yang tidak lagi dipatuhi karena masa jabatannya akan berakhir.

Awalnya istilah ”bebek pincang” lahir dari bursa saham di Inggris. Yakni untuk menggambarkan orang-orang yang ”kalah” dalam perdagangan saham. Mereka meninggalkan bursa dengan loyo dan tertatih seperti bebek pincang yang tidak lagi mampu membebek di belakang rombongan.

Di politik istilah itu muncul untuk menggambarkan ”pincangnya” fungsi seorang presiden yang masih menjabat tapi sudah kalah Pemilu. Dari situ muncul aturan di mana-mana untuk memperpendek ”presiden lame duck”.

Di Indonesia ”periode lame duck” itu masih sangat lama: enam bulan. Belum ada perubahan. Di bulan Juli, presiden baru terpilih, Januari baru dilantik. Masa ”lame duck” tidak terjadi di periode pertama presiden yang terpilih untuk masa jabatan berikutnya.

Andi Widjajanto menjadi bintang di seminar itu. Ia seperti ayahnya: Jenderal Theo Syafi’i. Sulit tersenyum, dingin, hanya bicara seperlunya, tapi analisisnya tajam.

Almarhum Theo adalah jenderal intelektual di TNI yang seumur hidupnya lebih banyak di dunia intelijen. Di masa purnawirannya, Theo aktif sebagai pemikir dan tokoh PDI-Perjuangan. Pun Andi Widjajanto, kini di DPP partai banteng itu.

Skenario Angsa Hitam itu muncul bukan hanya karena tampilnya Trump. “Stabilitas dunia kini seperti ditentukan hanya oleh tiga orang. Donald Trump, Xi Jinping, dan Vladimir Putin,” katanya. Tiga-tiganya sosok yang sulit diprediksi. Perang dunia ketiga bisa datang dari hubungan tiga orang itu.

Meski Andi menyajikan empat skenario masa depan pertahanan, tapi skenario Angsa Hitam yang banyak dibahas. Terutama soal hubungan tiga pemimpin dunia tersebut.

Tapi Andi justru tidak terlalu khawatir dengan ”ketidaknormalan” Donald Trump. Di Amerika Serikat sistem demokrasinya berjalan. Ada kontrol pengimbang. Masa jabatan presiden juga ada batasnya: dua periode.

Yang perlu jadi perhatian justru Putin. Dominasi Putin di Rusia sangat mutlak. Rusia memiliki senjata nuklir pula.

Dan lagi, Rusia seperti punya dendam yang harus terbalaskan.

Dendam mendalam itu: dibubarkannya negara Uni Soviet oleh pimpinan Rusia saat itu: Gorbachev. Sebanyak 15 negara bagian dilepaskan menjadi negara merdeka. Tinggal Rusia. Putin sangat menyesalkan mengapa itu terjadi di tahun 1991.

Dendam lainnya: dilikuidasinya Pakta Warsawa –pakta pertahanan blok Soviet untuk mengimbangi NATO di Barat.

Waktu itu ada komitmen: NATO tidak akan memperluas diri. Juga tidak akan menempatkan senjata strategis di dekat Rusia. Ternyata dua komitmen itu diingkari oleh Barat.

“Apakah komitmen itu tertulis?”

“Sayangnya: tidak,” ujar Prof Dr Surachman dari fakultas hubungan internasional Universitas Indonesia. Disertasi doktor Surachman membahas soal NATO. Penelitiannya dilakukan di markas besar NATO di Brussel, Belgia.

“Tapi adanya komitmen itu selalu dimuat dalam karya-karya ilmiah tokoh ternama,” katanya. “Tidak pernah ada bantahan terhadap isi naskah-naskah itu,” tambahnya.

Angsa Hitam

Skenario Angsa Hitam akan terus mewarnai kondisi global ke depan. Kini Angsa Hitam justru berkembang ke mana-mana –seiring dengan melemahnya peran lembaga-lembaga internasional.

“Bayangkan, begitu parahnya keadaan di Gaza, PBB tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar Presiden SBY.

Di New York, Angsa Hitam itu bertelur putih: Zohran Mamdani. Ia diramalkan memang tidak bisa menumbangkan Trump tapi bisa membuatnya seperti lame duck: yakni saat tahun depan dilaksanakan Pemilu Legislatif di Amerika.

Bisa jadi, kata ramalan itu, wabah ”Mamdani” akan membuat Demokrat menguasai Kongres. Saat itulah Trump jadi bebek pincang. Lalu disembelih lewat impeachment.

Bagi saya bupati Ponorogo dan Nganjuk juga Angsa Hitam yang berbulu putih.(Dahlan Iskan)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |