Keisha Salkira Zain, Mahasiswi Asal Sukabumi, Wakili UPI Bandung di Kalimantan International Indigenous Film Festival 2025

6 days ago 22

Prestasi membanggakan kembali datang dari dunia sinema tanah air. Keisha Salkira Zain, mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Program Studi Film dan Televisi, berhasil menorehkan capaian gemilang setelah karya film dokumenternya berjudul “Sirkumsisi” lolos seleksi dan diputar dalam ajang bergengsi Kalimantan International Indigenous Film Festival (KIIFF) 2025.

Mahasiswi kelahiran 2005 asal Kota Sukabumi ini terus menunjukkan konsistensinya dalam dunia perfilman, khususnya di ranah dokumenter. Tak sekadar karya akademik, film-film yang dihasilkan Keisha selalu membawa pesan sosial dan refleksi budaya yang kuat.

WIDI FITRIA — SUKABUMI

Perjalanan Keisha di dunia sinematografi dimulai sejak masih duduk di bangku SMP, ketika ia aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik. Saat itu, ia terlibat dalam pembuatan film pendek berjudul “Lawan Narkoba dengan Prestasi” sebagai Director of Photography (DoP) — peran yang membuka jalan bagi kecintaannya pada dunia visual dan bercerita.

Minatnya terus tumbuh saat ia bersekolah di tingkat SMA, di mana Keisha bergabung dalam divisi podcast jurnalistik dan sukses meraih Juara Pertama Lomba RADIATION 2022 yang digelar oleh Pasundan Radio. Tahun 2023 menjadi titik balik penting dalam perjalanan kreatif Keisha.

Bersama dua rekannya, Aditya Arsya Fianta (Director of Photography) dan Aditya Rivaldy (Editor), ia mulai serius menekuni film dokumenter. Karya kolaboratif mereka berjudul “Profesi Beraksi” berhasil meraih Juara 2 Dokumenter Tingkat Kota Sukabumi, dalam peringatan Hari Pers Nasional 2023. “Lewat dokumenter, saya merasa lebih dekat dengan realitas.

Setiap kisah yang diangkat selalu punya kedalaman dan kejujuran yang tidak bisa dibentuk oleh skenario fiksi,” ungkap Keisha dalam salah satu sesi wawancara. Karya terbarunya, “Sirkumsisi”, menjadi langkah penting dalam kiprahnya sebagai sineas muda.

Film ini digarap bersama Alan Pratama Putra sebagai Director of Photography, dan menyoroti praktik serta makna sosial-budaya di masyarakat Baduy. Melalui film ini, Keisha berupaya memperlihatkan bahwa setiap tradisi memiliki filosofi dan nilai kemanusiaan yang mendalam.

“Film ini bukan hanya karya akademik, tapi juga refleksi atas bagaimana budaya dan identitas dapat dibaca melalui praktik keseharian masyarakat adat,” tutur Keisha. Proses pembuatan Sirkumsisi menjadi perjalanan panjang yang mempertemukannya dengan berbagai pandangan hidup, nilai-nilai adat, dan kedekatan emosional dengan komunitas yang ia dokumentasikan.

Keberhasilan Sirkumsisi lolos seleksi di Kalimantan International Indigenous Film Festival (KIIFF) 2025 menjadi bukti bahwa karya anak muda Indonesia mampu bersaing di kancah global. Film ini masuk dalam Official Selection, bersanding dengan lebih dari 100 karya film dari 43 suku dan negara di kawasan Asia Tenggara, Pasifik, Afrika, dan Eropa.

Festival yang digelar di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, ini menampilkan berbagai kategori kompetisi — mulai dari Documentary, Feature Film, Short Film, hingga Female Director. Selain pemutaran film di Atrium dan XXI Palma Mall Palangkaraya, Keisha juga dipercaya menjadi pembicara dalam talkshow bertajuk “Indigenous Filmmakers in Indonesian Cinema Industry” pada Kamis, 18 September 2025, pukul 18.30 WITA, di Main Stage Palma Mall Lt. 1.

Melalui kesempatan ini, Keisha berharap Sirkumsisi tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga ruang refleksi dan diskusi bagi para sineas muda dan masyarakat luas.

“Saya ingin karya ini tidak berhenti di layar. Semoga bisa menjadi bahan refleksi dan inspirasi bagi banyak orang. Karena bagi saya, setiap karya adalah perjalanan dan cara saya memahami kehidupan,” tutupnya penuh semangat.(*)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |