Menurunnya Partisipasi Pemilih dalam Pilkada Serentak 2024

11 hours ago 1

Oleh Kang Warsa

Kita sebagai manusia selalu mengharapkan hal-hal ideal, dan menjumpai diri sendiri. Lebih tepatnya, hal ideal ini adalah keinginan. Namun, hukum semesta yang telah disematkan oleh Allah SWT bagi seluruh makhluk di dunia ini tidak seperti itu. Ia justru lebih memberikan bagaimana agar kehidupan tetap selaras dan seimbang.

Dalam hal Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah, misalnya, pemerintah menargetkan partisipasi pemilih terus mengalami peningkatan. Dalam terma umum idealnya 80%.

Sasaran tersebut tentu saja akan berbanding lurus dengan cara alam semesta dalam merespons harapan tersebut. Sebab, partisipasi pemilih akan ditentukan oleh seberapa baik KPU merancang proses pemilu, terutama pendekatan yang tepat agar masyarakat mau menggunakan hak pilihnya.

Selain perolehan suara, partisipasi pemilih juga tak luput menjadi tajuk bahasan media massa. Situasinya berbeda di masyarakat; kelompok akar rumput tidak akan terlalu memperhatikan tinggi atau rendahnya partisipasi pemilih. Mereka lebih fokus pada perolehan suara, dan ini juga hanya sesaat saja. Kemudian sebagian besar dari mereka menerima saja hasil perolehan suara tersebut sambil ditambah dengan kalimat: “siapa saja yang menjadi pimpinan, mudah-mudahan dapat membawa kebaikan bagi kota ini.”

Di hari pemungutan suara, saya melihat antusiasme masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya, terutama di tempat pemungutan suara (TPS) di mana saya melakukan pencoblosan. Meskipun cuaca mendung sejak pagi, masyarakat terlihat  berlalu lalang antara yang akan memilih dan telah memilih. Saat itu, saya berpikir, target pemerintah dalam hal partisipasi pemilih sebesar 80% akan tercapai.

Namun, dalam pemberitaan media massa satu hari terakhir ini, partisipasi pemilih dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan Pilkada sebelumnya. Saya katakan signifikan, karena berdasarkan pernyataan KPU Republik Indonesia, secara nasional, angka partisipasi tercatat di bawah 70%. Untuk Jawa Barat diperkirakan mencapai 62%, sementara Kota Sukabumi ditaksir ada di angka 69%. (Catatan: saat opini ini ditulis angka partisipasi masih perkiraan)

Melihat data di atas, tren penurunan partisipasi pemilih tentu saja mesti menjadi perhatian serius karena menunjukkan tantangan nyata dalam upaya memperkuat demokrasi di Indonesia. Apalagi jika dikalibrasikan lagi dengan anggaran yang digunakan untuk menyukseskan Pilkada Serentak tahun ini. Misalnya dana hibah sebesar Rp 1,5 triliun telah diberikan oleh Pemprov Jawa Barat kepada KPU dan Bawaslu. Hal ini berarti, setiap pemilih di Jawa Barat dengan jumlah DPT 35,9 juta untuk Pilgub dibiayai oleh pemerintah sebesar Rp 41.783.

Nominal tersebut jika dikalikan dengan angka golput atau pemilih yang tidak menggunakan haknya, yaitu 35,9 juta x 38% x 41.783 = Rp 570 miliar. Jadi, anggaran sebesar itu yang telah mendukung operasional Pilkada tidak termanfaatkan secara maksimal.

Apalagi jika ditambahkan dengan anggaran logistik Pilkada, ini berarti banyak surat suara dan jenis logistik lainnya yang tidak menjadi suara. Hal ini tentu saja menjadi barang yang sia-sia. Maka, langkah yang telah ditempuh oleh banyak negara mengganti sistem pencoblosan surat suara dengan sistem elektronik menjadi sangat logis untuk menghindari tumpukan surat suara tidak terpakai.

Halaman: 1 2

Read Entire Article
Information | Sukabumi |