Film Horor Religi: Antara Hiburan dan Perilaku Beragama

1 week ago 17

Oleh: Itsna Nurhayat Effendie, M.Si

Industri perfilman Indonesia mengalami banyak masa dari jaman penjajahan Belanda sampai sekarang ini, dari masa awal yang sederhana hingga era digital yang lebih profesional.

Film bukan hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana untuk menyampaikan pesan sosial dan budaya. Sejarah film Indonesia mencerminkan dinamika sosial politik dan budaya bangsa, dari alat propaganda kolonial hingga menjadi sarana ekspresi seni yang mendunia. Film Indonesia terus berkembang dan menjadi bagian penting dari identitas nasional. Berikut garis besar sejarah film di Indonesia dari masa ke masa:

1. Masa Awal, era film bisu (1926–1930-an). Film bisu Indonesia yang dibuat pertama adalah “Loetoeng Kasaroeng” (1926), disutradarai oleh L. Heuveldorp dan diproduksi oleh NV Java Film Company di Bandung. Film ini diangkat dari cerita rakyat Sunda dan dibintangi oleh bangsawan lokal. Sedangkan film bersuara pertama yaitu film “Karnadi Anemer Bangkong” (1930) karya G. Kruger, meski teknologinya masih sangat terbatas.

2. Masa Kolonial, Dominasi Belanda (1930–1942), film-film dibuat oleh orang Belanda dan Tionghoa-Indonesia, tema yang diangkat cerita silat, legenda, dan cerita rakyat. Tokoh penting: The Teng Chun, seorang produser dan sutradara Tionghoa yang mendominasi produksi film di era ini. Genrenya drama musikal, cerita rakyat, dan silat (misalnya “Terang Boelan”, 1937).

3. Masa Pendudukan Jepang (1942–1945), Dimasa ini film dijadikan sebagai alat propaganda oleh Jepang. Produksi film dibatasi dan dikontrol penuh oleh militer Jepang, melalui studio seperti Nippon Eiga Sha. Film yang lebih banyak diputar di bioskop adalah dokumenter tentang kegiatan militer dan propaganda Jepang.

4. Masa Kemerdekaan dan Awal Republik (1945–1950), pada masa ini film digunakan sebagai alat perjuangan dan nasionalisme. Tokoh penting yang muncul adalah Usmar Ismail, dianggap sebagai “Bapak Film Indonesia”. Film pertama setelah kemerdekaan adalah film “Darah dan Doa” (1950), film ini menandai Hari Film Nasional (30 Maret).

5. Masa Emas Film Indonesia (1950–1965), banyak memunculkan rumah produksi seperti Perfini, Persari, dll. Pada masa ini film yang diproduksi adalah film-film nasionalis, drama sosial, dan kisah-kisah rakyat. Selain Usmar Ismail muncul Djamaluddin Malik sebagai tokoh besar. Film “Tiga Dara” menjadi film hits nasional pada saat itu.

6. Masa Orde Baru (1966–1998), industri film dikontrol ketat oleh negara (sensor ketat dan propaganda). Film propaganda seperti “Pengkhianatan G30S/PKI” (1984) wajib tayang tiap tahun. Pada masa ini muncul film-film populer seperti Warkop DKI, Rhoma Irama, dan film remaja. Sekitar tahun 1980-an terjadi ledakan film horor, komedi, dan eksploitasi.

7. Masa Reformasi dan Kebangkitan Baru (1998–2000-an), pada masa ini sensor lebih longgar dan muncul sineas-sineas muda. Film seperti “Kuldesak” (1999) dan “Petualangan Sherina” (2000) menandai kebangkitan film modern Indonesia. Banyak bermuncuanl rumah produksi independen dan festival film lokal.

8. Era Kontemporer (2010–sekarang), industri film tumbuh pesat, terutama dengan dukungan digital dan OTT (Netflix, Disney+, dll). Banyak film Indonesia yang berkualitas dan mendapat pengakuan internasional, seperti film “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak” (2017), “Yuni” (2021) dan mulai bangkitnya film film bergenre horor dan sangat populer, seperti film “Pengabdi Setan” (2017) dan “KKN di Desa Penari” (2022).

Film di Indonesia sangat beragam dan berkembang pesat dari waktu ke waktu dengan genre yang berbeda. Salah satu genre yang saat ini mengalami perkembangan yang signifikan, baik dari segi tema, kualitas produksi, hingga penerimaan pasar adalah film horor. Film berfungsi sebagai media dalam menyampaikan berbagai macam pesan, termasuk pesan agama, serta merubah dan mempengaruhi perilaku agama baik individu maupun secara kolektif.

Pengaruh film dapat digambarkan dalam berbagai cara, dari memperkuat nilai-nilai agama hingga menentang keyakinan yang telah ada, dan bahkan dapat membentuk norma baru di masyarakat terkait dengan agama. Beberapa studi menunjukan bahwa sebuah film dapat secara efektif mempengaruhi praktik dan perilaku agama (Tresnawaty & Risdayah, 2023), selain itu film memainkan peran penting dalam membentuk perilaku religius seseorang (Choirin et al., 2023), serta film sebagai media dapat mempengaruhi perilaku keagamaan baik secara negatif maupun positif (Wok et al., 2014).

Film sebagai salah satu media mempunyai kelebihan dalam menyebarkan informasi, salah satunya adalah untuk memberikan informasi tentang paham keagamaan. adanya kesulitan akses individu unutk mendapatkan informasi tentang agama dari pihak berwenang menjadikan film sebagai media untuk memahami realitas mengenai keagamaan (Andok, 2024).

Film horor sering mengangkat tema-tema eksistensi keagamaan sebagai dasar pada film, tema ini bukan hanya mendasar tetapi tema agama dipakai secara mendalam. Film horor tidak hanya menyalahi tetapi juga mencerminkan dan bergantung pada cerita keagamaan, hal ini menjadikan film sebagai medium yang kuat untuk mengeksplorasi dan mempertanyakan keyakinan atau akidah (Linze & Mat Desa, 2024). Ciri khas film horor Indonesia diantaranya; berakar dari budaya lokal, banyak film terinspirasi dari mitos, legenda, dan cerita rakyat; suasana mistis dan religius dengan lokasi yang menyeramkan serta unsur kejutan dan efek suara untuk membangun ketegangan dan menciptakan jumpscare.

Film horor religi di Indonesia adalah subgenre film horor yang menggabungkan elemen ketakutan (mistis, supranatural) dengan tema tema religius atau spiritual, biasanya berkaitan dengan nilai-nilai keislaman, ajaran moral, atau perjuangan antara kebaikan dan kejahatan menurut perspektif agama. Film horor religi cukup popular karena relevan dengan budaya dan kepercayaan masyarakat Indonesia yang lekat dengan nilai nilai religius dan hal hal supranatural. Tema umum dalam film horor religi.

Indonesia yaitu konflik antara kebaikan (iman) dan kejahatan (setan/jin); kritik terhadap praktik syirik dan ilmu hitam; peran tokoh ustaz/kyai sebagai pahlawan spiritual; dan penggunaan ayat” suci sebagai senjata.

Film horor religi pada dasarnya dibangun dengan kombinasi ketegangan secara psikologis dan aspek pesan keagamaan didalamnya, hal ini menciptakan kondisi emosional yang memfasilitasi penyerapan, pemahaman, dan adopsi nilai-nilai agama yang ada pada film tersebut. (Kaltwasser et al., 2019) mengatakan bahwa pengalaman menonton menghasilkan proses sosio emosional yang dapat memperdalam dampak psikologis seseorang dari film atau konten yang ditonton.

Lebih lanjut (Armstrong & Cutting, 2023) mengidentifikasi bahwa variable-variabel fisik seperti komposisi visual, pencahayaan dan pengeditan yang digunakan ketika membuat sebuah film dapat meningkatkan implikasi kepada penonton. Pada konteks ini film horor religi dimanfaatkan untuk memperkuat pesan-pesan kegamaan yang dipakai pada film tersebut sehingga terdapat pengaruh terhadap penonton film horor tersebut. Bentuk emosional dalam film horor religi sering mencerminkan perjalanan spiritual pemeran utama. Hal ini dapat menciptakan ruang pada penonton untuk memikirkan kembali keyakinan atau akidah mereka dan nilai-nilai agama mereka (Xue et al., 2024).

Film horor dengan tema religi islam dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi fenomena yang semakin popular. Film horor religi islam mengandung elemen-elemen yang berkaitan dengan ajaran islam dan konsep-konsep keagamaan, seperti jin, setan, praktek pengusiran setan, pergulatan antara baik dan kejahatan, penggunaan doa-doa dan amalan tertentu untuk mengatasi gangguan gaib. Selain itu film horor religi islam sering menampilkan atau menghadapi situasi-situasi dimana pemeran dalam film menghadapi situasi gangguan dari mahluk gaib dan mengandalkan amalan keagamaan untuk mengatasi masalah tersebut. Film horor religi islam dapat memiliki dampak yang berbeda dengan film religi islam pada umumnya.

Film horor religi islam dapat mempengaruhi pemahaman, sikap, dan praktik keagamaan dengan cara yang unik dan kompleks, seperti penyajian isu teologis, penggambaran mahluk gaib, penyampaian pesan-pesan moral keagamaan, terhadap perilaku keagamaan yang akan menimbulkan dampak terhadap para penontonnya. Fenomena ini menarik untuk dikaji khususnya pengaruh yang akan ditimbulkan oleh film horor tersebut terhadap perilaku keagamaan. .

Penting untuk dikaji karena film horor religi islam dapat memiliki dampak yang berbeda dengan film religi islam pada umumnya. Film horor religi islam dapat mempengaruhi pemahaman, sikap, dan praktik keagamaan khususnya siswa SMA dalam cara yang unik dan kompleks, seperti penyajian isu teologis, penggambaran mahluk gaib, dan penyampaian pesan-pesan moral keagamaan. Seperti yang diteliti oleh Muhammad Tanziil dkk yang meneliti tentang pengaruh film horor religi islam terhadap perilaku keagamaan siswa SMA di Kota Sukabumi.

Penelitian menujukan bahwa film-film horor secara intens menggunakan tema agama, tempat-tempat religius untuk melawan kekuatan jahat yang juga didalamnya terdapat instrumen  religius (Berkley Center for Religion, Peace & World Affairs, 2018.).

Banyak dari film horor religi merupalan propaganda sebuah agama dengan berbagai macam agenda didalamnya (Vice, 2024), hal ini menunjukan bahwa film horor dengan tema religi dirancang untuk menyampaikan pesan-pesan suatu agama tertentu. Bila melihat konteks perkembangan remaja, paparan film tersebut bukan hanya memperkuat keyakinan seseorang tetapi bahkan merubah keyakinan agama mereka, dikarenakan ana-anak dan remaja cenderung lebih percaya tanpa suatu syarat tertentu dan keyakinan mereka yang kuat tentang sesuatu sebanding dengan tindak ketakutan mereka (Vice, 2024).
Penonton pada film horor mengalami perubahan dalam praktik keagamaan, dan bukan hanya itu penonton pun terpengaruh dalam hal pemahaman agama dan nilai-nilai agama didalamnya.

Hal ini didukung oleh (Majestya & Irwanto, 2025) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pengaruh film bukan hanya perubahan perilaku dasar atau permukaan saja melainkan lebih dari itu yaitu mecapai tingkatan perubahan yang lebih mendalam. Fenomena ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Ghirlanda et al., 2014) yang mengatakan bahwa popularitas media dapat mempengaruhi pilihan dan preferensi penonton, pada konteks keagamaan berpengaruh kepada pergeseran pada praktik dan ritual keagamaan yang diadopsi oleh komunitas.

Penelitian yang dilakukan oleh (Döring & Hillbrink, 2015) menunjukan bahwa film memiliki kekuatan untuk mengubah nilai-nilai yang ada pada remaja melalui paparan experimental. Hal ini memberikan landasan secara teoritis bahwa film horor religi memiliki potensi untuk mempengaruhi dan merubah nilai-nilai keagamaan pada individu.

Film-film horor religi tidak hanya menghadirkan elemen kekuatan supernatural yang menakutkan, tetapi juga terdapat simbolisasi agama didalamnya, ritual ritual agama dan narasi tentang moral yang kuat untuk menciptakan pengalaman menonotn yang dalam (TIME, 2024). adanya kekuatan narasi untuk mepersuasi penonton dalam film disampaikan oleh (McCormack et al., 2021) yang menunjukan bahwa film-film horor religi dapat menggunakan elemen-elemen dramatis dan elemen emosional untuk menyampaikan pesan-pesan spiritual yang mendalam.

Studi yang dilakuan oleh (O’Hara et al., 2013) terhadap remaja unutk mengukur paparan konten beresiko dalam film memnunjukan bahwa paparan film kepada individu sebelum usia 16 tahun terhadap konten yang spesifik dalam film memiliki efek yang bertahan hingga dia dewasa (dewasa muda). Temuan ini menunjukan bahwa paparan sebuah film memiki efek spesifik dan general pada sebuah perilaku. Pada konteks film horor religi paparan terhadap simbol agama, ritual, religi seseorang, dapat membentuk perilaku agama pada remaja melalui proses pola psikologi. Lebih jauh lagi dapat memperkuat atau mengubah orientasi spiritual agama pada remaja karena paparan media pada remaja bertahan lebih lama.
Dalam sebuah film respon penonton setelah menonton merupakan variabel yang perlu diperhatikan. Penelitian (McCormick et al., 2024) menunjukan bahwa respon kegembiraan merupakan variabel terkuat yang dapat memotivasi setelah terpapar media.

Dalam film horor religi ketegangan psikologi yang dihadirkan pada film menciptakan motivasi intrinsik unutk memperkuat atau menjauhkan hubungan degan tuhan, meningkatkan atau menurunkan frekuensi ibadah, dan mengadopsi nilai-nilai moral yang ada sehingga film merupakan media yang berfungsi sebagai pendorong perubahan perilaku keagamaan seseorang. Selain itu film horor dapat memunculkan persepsi yang berbeda pada setiap orang mengenai kehidupan keagamaan, kematian dan akhirat seperti temuan dari penelitian (Majestya & Irwanto, 2025) yang menegaskan bahwa film dapat merubah persepsi secara siginifikan meskipun tidak mengubah keyakinan dasar mereka.

Film sebagai media memiliki potensi untuk mengurangi stigma terhadap praktik-praktik keagamaan tertentu atau justru meningkatkan penerimaan terhadap keagamaan melalui narasi yang disampaikan film (Hankir et al. 2017), tetapi film pun menciptakan sugesti kepada seseorang karena tingginya pesan sugesti media sehingga film horor religi dapat mendorong praktik keagamaan yang menyimpang, ekstrem dan tidak sehat jika film horor tersebut tidak disajikan dengan bijaksana (Srivastava et al., 2014).

Isi pesan pada film horor religi merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya pada perilaku beragama. Oleh karena itu film horor memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku beragama audiens melalui proses psikologi yang kompleks. (Stone, 2025) menunjukan bahwa hubungan antara agama dan film horor akan menciptakan dimensi spiritual yang mendalam pada pengalaman menonton seseorang.

Adanya keterkaitan antara religi dan horor berakar dari sistem yang memungkinkan manusia untuk merespon ancamana-ancaman supernatural sama dengan menghadapi ancaman terhadap fisik (Atran, 2017). Hal ini diperkuat bahwa film horor religi dapat memperkuat kepercayaan dan praktik keagamaan (Laycock & Harrelson, 2023). Konsep tentang keagamaan, hantu dan spiritual dalam film horor secara signifikan mempengaruhi pandangan masyarakat tentang praktik keagamaan tradisional (Pandanari et al. 2024).

Elemen horor pada film menciptakan pengalaman yang menggabungkan antara ketakutan dengan referensi sprititual yang akirnya membuat semakin kuat komitem kepada agama (Saldarriaga, 2024) isi pesan film yang terdiri dari campuran ketakutan, spiritual dan narasi keagamaan dalam film horor religi menciptakan pengalaman emosional yang intens sehingga mendorong penonton untuk mepertanyakan agama, melemahkan agama, menguatkan agama hingga mempengaruhi keyakinan mereka.

Film horor dapat memengaruhi perilaku dengan menghadapkan penonton film dengan ketakutan sebagai bagian utama dan pertanyaan-pertanyaan esesnsial tentang kematian, supernatural dan moralitas.

Tema horor dan penambahan simbol keagamaan sering digunakan sebagai tema film yang mencerminkan bahwa ornag-orang memperhatikan masalah mengenai kebaikan, kejahatan, dosa dan penebusan. Hal ini dapat mempengaruhi penonton untuk merenung dan mempengaruhi keyakina penonton. Film-film horor ini menjelaskan perbedaan yang tipis antara keindahaan dan teror, yang akhirnya akan memicu kembali konstruksi akan kerangka spiritual dan moral penonton (Stone, 2001).

Scene dalam film horor didominasi oleh scene ketakutan, kematian, alam dunia lain, dan kejahatan, yang mendorong penonton untuk meyakini scene yang ditampilkan dan memunculkan emosi dari dalam diri mereka. Oleh karena itu film horor dapat berfungsi sebagai media untuk memperkenalkan agama dan sebagai fasilitas dialog antar agama, sehingga memungkinkan individu untuk terhubung dengan keyakinan tentang alam lain dan pemahaman mereka melaui film (Hong, 2010).

Gambaran sinematik tentang pengalaman religius dalam film horor dapat membangkitkan rasa emosional yang kuat, menyediakan tempat hubungan antara penonton dan agama. Hubungan ini mengarah pada penggambaran ulang tentang narasi agama dan minat baru akan hal hal spiritual (Wright, 1997)

Penggambaran pada film horor tentang ritual-ritual dan simbol keagamaan dapat menjadikan penonton untuk mengevaluasi keyakinan dan praktik agamanya. Film-film seperti “Makmum”, Qodrat, Munkar yang menggambarkan ritual seperti ruqyah, solat, solat malam, mengubah simbol iman dan ibadah menjadi sebuah intrumen teror atau instrumen yang menakutkan, sehingga mendorong penonton unutk mempertimbangkan kembali pentingnya ritual ini untuk dilakukan dalam kehidupan mereka (Nakamura, 2024).

Penggambaran film horor dengan tema keagamaan dapat mencerminkan dinamika sosial dan budaya yang lebih luas, seperti film-film horor Indonesia, dengan menggunakan konsep jin atau setan yang berasal dari kepercayaan Islam dan tradisi Indonesia untuk membangun cerita tentang kebaikan dan kejahatan.

Pembentukan budaya ini menjadikan film horor dengan genre agama sebagai media yang kuat untuk mempengaruhi keyakinan dan akidah agama seseorang (Şakrak, 2016). Film film dengan genre agama, termasuk didalamanya film horor dengan tema religi dapat mempengaruhi perilaku pro sosial individu.

Sebuah studi yang diakukan di Malaysia menemukan bahwa film-film dengan genre agama berkorelasi dengan perkembangan perilaku pro sosial di kalangan penonton muda, hal ini menunjukan bahwa pesan moral yang ada pada film-film horor religi dapat memberikan dampak terhadap perilaku penonton (Rasit, 2015). Paparan dari konten kekerasan dan mengancam dalam film horor, termasuk didalamnya bertema religi dapat berdampak negatif pada perilaku sosial melalui penurunan empat.i

Besarnya angka minat menonton film horor tidak serta merta menjadikan mereka terpengaruh. Hal ini dapat disebabkan karena film horor religi yang berlatar agama atau film horor yag tidak melibatkan agama didalamnya, dirancang untuk membangkitkan respon emosional seperti rasa takut, dan kegembiraan.

Emosi-emosi ini yang sering dicari oleh penonton karena sifatnya yang mendebarkan dan luar biasa, dan bukan narasi atau konten religinya yang menjadi pusat perhatian (Fukumoto & Tsukino, 2015). Motivasi utama dari menonton film horor baik dengan tema religi atau bukan yaitu untuk mendapat pengalaman emosional, bukan mengenai tanggapan tentang keyakikan agama didalamnya (Numenma, 2024).

Para penonton film horor religi melihat bahwa seringnya menonton tidak menjadikan meraka percaya begitu saja apa yang ditayangkan dalam film tersebut.

Atribut agama dalam film horor religi sering kali tampil dengan gambaran kritis atau sensasional yang mungkin tidak sesuai dengan keyakinan akidah atau praktik keagamaan para penonton (Engstrom & Iii, 2016) (Ahmadi et al., 2025) hal ini dapat memunculkan disonansi kognitif, dimana penonton dapat menikmati film tersebut tetapi tidak membiarkan film tersebut mempengaruhi perilaku agama mereka.

Walaupun sering menonotn film horor religi, tidak serta merta dapat mengubah keyakinan indivudu secara siginifikan karena audiens memiliki kemampuan untuk memisahkan mana yang perlu dikonsumsi disisi spiritual keagamaan mereka (Roberston, 2015).

Analisis (Powell, 2005) juga menunjukan bahwa pengalaman menonton film horor religi lebih berhubungan dengan ekplorasi mengenai ketakutan dan eksistensi dibandingkan dnegan perubahan perilaku keagamaan.

Seringnya penggunaan film horor dalam lingkungan pendidikan sebagai alat untuk mengekplorasi perpaduan antara agama dan film menjadikan film ini membantu siswa untuk memahami dampak secara psikologi dan budaya dari narasi agama yang ada dalam film horror.

Maka dapat dikatakan bahwa dengan intensitas menonton tidak secara signifikan berpengaruh pada perilaku beragama karena pada dasarnya konsumsi film horor religi hanya bersifat entertainmen dan cara untuk mengeksplroasi emosi yang terbatas pada konteks pengalaman menonton.

Alangkah lebih baiknya apabila para sineas pembuat film untuk lebih fokus kepada kualitas isi pesan yang dapat mempengaruhi nilai-nilai positif keagamaan, serta mempertimbangkan dampak psikologis yang ditimbulkan dari genre horor terhadap penonton terutama remaja.

Bagi orang tua dan pendidik perlu adanya pendampingan dalam mengkomsumsi media terutama hiburan bagi anak-anak dan remaja, khususnya dalam memilih film yang memberikan dampak terhadap pembentukan karakter religius pada anak-anak dan remaja. Bagi dunia pendidikan akan lebih baik jika dapat mengintegrasikan literasi media dan apa yang diajrkan di sekolah agar dapat secara kritis mengevaluasi konten yang dikonsumsi.(*)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |