SUKABUMI – Anggota DPRD Kota Sukabumi Danny Ramdhamni memnta kepada Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki agar membuka data mengenai kondisi pendapatan asli daerah (PAD). Sebab, wali kota menyebutkan PAD tidak normal dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai, pernyataan Ayep Zaki tidak berdasar dan menunjukkan ketidakpahaman tentang dokumen pertanggungjawaban yang sudah dibahas dan disepakati bersama DPRD. Sebab pada draf Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Sukabumi tahun 2024, secara terang dijelaskan mengenai pendapatan BLUD dan laba dari BUMD milik Pemerintah Kota Sukabumi dan besaran dividen yang menjadi hak daerah.
“Kalau mengutip dari LKPJ 2024, pendapatan BLUD itu mencapai Rp298.686.491.300 atau sekitar 72,34 persen dari total PAD Kota Sukabumi tahun 2024. Jumlahnya itu Rp 412.876.867.733,00 atau 98,30 persen dari nilai Lain-lain PAD yang sah senilai Rp 303.857.300.469. Angka-angka tersebut adalah capaian yang relatif sama dalam empat
tahun sebelumnya. Artinya salah besar jika dikatakan BLUD tidak memberi kontribusi terhadap PAD,” kata Danny dalam keterangan yang diterima Radar Sukabumi, Rabu (9/4).
Danny mengatakan lagi, mengenai BUMD bahwa Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kota Sukabumi pada 2024 telah menyumbang laba setelah pajak sebesar Rp 2.104.448.593. Disebutkan, 55 persen di antaranya adalah sebagai PAD atau sekitar Rp 1.157.446.726. Angka ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019.
“Pernyataan “pajak dan retribusi dan perizinan tidak normal, yang omzet Rp 12 miliar dicatat Rp 1 miliar, lalu yang omzet Rp 7 miliar dicatat Rp 500 juta,” merupakan
pernyataan yang absurd, karena tidak secara spesifik menjelaskan jenis pajak, retribusi, dan perizinan apa yang tidak normal. Pernyataan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian persepsi dan polemik di kalangan masyarakat dan dunia usaha, yang sejatinya dapat dihindari oleh seorang kepala daerah karena memiliki support system yang mumpuni. Kemudian tidak semua objek pajak daerah dan retribusi daerah menggunakan dasar pengenaan pajak dan retribusi berdasarkan omzet usaha,” ujar dia.
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomot 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis-jenis pajak dan retribusi daerah yang dasar pengenaannya berdasarkan omzet adalah sembilan unit dari jenis pajak daerah.
Yaitu, PBB-P2, BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu) atas makanan dan/atau minuman; tenaga listrik; jasa perhotelan; jasa parkir; dan jasa kesenian dan hiburan, Pajak Reklame, PAT (Pajak Air Tanah), Pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan), Pajak Sarang Burung Walet, Opsen PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan Opsen BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor).
Dari sembilan jenis pajak itu, hanya PBJT yang menggunakan dasar pengenaan pajak berdasarkan omzet usaha, dengan tarif 10 persen dari omzet usaha. Adapun jenis retribusi daerah terbagi jadi tiga yaitu Retribusi Jasa Umum; pelayanan kesehatan; pelayanan kebersihan; pelayanan parkir di tepi jalan umum; dan pelayanan pasar. Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu.
Dari tiga jenis retribusi daerah tersebut, Retribusi Jasa Umum untuk pelayanan kesehatan, sebagai retribusi penghasil PAD terbesar, telah menggunakan tarif yang ditetapkan secara rigid dalam Peraturan Daerah, pengelolaan tarifnya telah dikelola dengan sistem informasi digital serta selalu diperiksa setiap periode tahun anggaran. (***/izo)