SUKABUMI – Aksi demonstrasi ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sukabumi (ABSI) di depan DPRD Kota Sukabumi makan korban.
Satu orang mahasiswa atas nama Muhammad Zaki harus dilarikan ke RSUD R Syamsudin karena tidak sadarkan diri diduga akibat mendapat tindakan represif dari petugas. Selain mahasiswa, satu anggota kepolisian juga menjadi korban dan harus mendapat perawatan medis.
Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kota Sukabumi, Barul Ulum dengan tegas mengutuk dan menyatakan perlawanan terhadap tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap para demonstran. Dalam aksi tersebut, banyak korban berjatuhan akibat pengamanan yang tidak sesuai prosedur.
Bahkan salah satu kader PMII mengalami luka serius, yakni patah tulang hidung, akibat dari kekerasan yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian.
“Aksi unjuk rasa adalah hak konstitusional yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pada Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan bahwa ‘Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.” Selain itu, kebebasan berpendapat dan berekspresi juga dilindungi dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang menyebutkan bahwa ‘Setiap orang berhak atas kebebasan untuk memegang pendapat tanpa gangguan.” Oleh karena itu, setiap bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat, termasuk dengan cara kekerasan, adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Ia pun menyayangkan dalam upaya penyampaian aspirasi, justru aparat kepolisian yang seharusnya bertugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum, malah menggunakan kekerasan yang berlebihan hingga menimbulkan korban.
“Insiden yang menimpa kader PMII ini menjadi bukti nyata betapa represifnya tindakan aparat yang seharusnya melindungi dan mengamankan masyarakat. Kami tidak dapat mentolerir tindakan semena-mena yang tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga merusak prinsip-prinsip demokrasi,” ucap Bahrul Ulum.
Kami menuntut agar aparat kepolisian yang terlibat dalam tindakan kekerasan ini segera dicopot dari jabatannya. Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda. Dalam hal ini, aparat yang tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan justru menjadi pelaku kekerasan terhadap warga negara harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kami tidak ingin aparat kepolisian yang tidak profesional dan tidak menghormati hak asasi manusia berada di posisi yang seharusnya menjamin keamanan publik.
Dalam rilis yang diterima Radar Sukabumi, PC PMII Kota Sukabumi pun meminta agar pihak kepolisian melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur dan kebijakan dalam menghadapi aksi unjuk rasa.
“Penggunaan kekuatan yang berlebih, apalagi yang mengarah pada kekerasan fisik, adalah tindakan yang jelas-jelas melanggar aturan dan harus dihentikan,” ucapnya.
Pihaknya juga meminta agar aparat kepolisian memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat dan mahasiswa yang menyuarakan pendapatnya sesuai dengan hak mereka yang dilindungi oleh konstitusi.
“Dalam hal ini, kami mengingatkan bahwa Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa hak untuk menyampaikan pendapat adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Aparat kepolisian wajib menjaga keamanan publik, bukan malah menggunakan kekerasan yang mengancam kebebasan berpendapat,” lanjut Bahrul Ulum.
Selain itu, PC PMII Kota Sukabumi juga mendesak agar pihak kepolisian segera memproses secara hukum tindakan kekerasan yang telah terjadi. Dikatakan Bahrul Ulum, perbuatan dengan sengaja menyebabkan seseorang mengalami cedera atau luka berat merupakan tindak pidana yang harus dipertanggungjawabkan.
“Oleh karena itu, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian harus diusut tuntas, dan pelaku harus diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku,” pintanya. (nur)