SK UMSK 2025 Jabar Dinilai Cacat Hukum, APINDO Protes Keras

2 days ago 7

SUKABUMI – Penerbitan Surat Keputusan (SK) Nomor 561.7/Kep.838-Kesra/2024 pada 27 Desember 2024 oleh Gubernur Jawa Barat yang mengubah SK sebelumnya terkait Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2025 menuai kritik keras.

Salah satu kritik datang dari DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jawa Barat, yang menilai kebijakan tersebut mengancam keberlangsungan usaha, terutama di sektor padat karya.

Ketua DPP APINDO Jabar, Ning Wahyu Astutik, menyayangkan langkah ini karena sektor padat karya melibatkan banyak tenaga kerja dan rentan terhadap perubahan upah.

“Sektor ini merupakan pilar ekonomi nasional yang telah ditekankan pentingnya oleh Presiden,” ujar Ning kepada Radar Sukabumi pada Minggu (05/01).

Ia menambahkan bahwa definisi padat karya dalam SK ini hanya mencakup perusahaan multinasional, yakni perusahaan yang beroperasi di berbagai negara, berbeda dari perusahaan penanaman modal asing (PMA) maupun perusahaan internasional yang fokus pada ekspor.

“Contohnya, perusahaan yang memproduksi merek internasional seperti New Balance, Nike atau Adidas tidak otomatis dianggap multinasional, kecuali mereka beroperasi di banyak negara,” tegasnya.

Menurut Ning, SK tersebut menciptakan ketidakpastian hukum dan berdampak buruk bagi daya tarik investasi di Jawa Barat.

Dalam SK ini disebutkan bahwa UMSK hanya berlaku bagi perusahaan yang mampu membayar. Jika tidak mampu, perusahaan dapat mengadakan perundingan bipartit dengan pekerja. Namun, Ning menilai kebijakan ini justru melemahkan kepercayaan investor, menciptakan preseden buruk akibat tekanan eksternal, dan berpotensi mendorong relokasi perusahaan.

“Ketidakpastian ini memicu gelombang PHK di Jawa Barat, memperburuk tingkat pengangguran yang sudah tertinggi secara nasional,” jelasnya.

APINDO Jabar juga menilai SK ini melanggar sejumlah aturan dan cacat hukum. Lantaran, melanggar aturan yang ada di Permenaker No 16 tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025.

Pertama, penetapan SK ini melewati batas waktu maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa UMSK tahun 2025 harus ditetapkan paling lambat 18 Desember 2024, sedangkan SK Gub tentang UMSK baru ditetapkan pada 27 Desember 2024.

Kedua, SK ini mencakup sektor padat karya dan beberapa sektor industri lain yang seharusnya tidak memenuhi kriteria sektor tertentu pada Pasal 7 Ayat (3), yang mengatur bahwa sektor tertentu adalah sektor dengan karakteristik dan risiko kerja yang berbeda dari sektor lainnya, serta menuntut pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi khusus.

Ketiga, penetapan SK ini tidak melalui kesepakatan Dewan Pengupahan, melainkan dilakukan secara sepihak. Hal ini bertentangan dengan Pasal 9 Ayat (2), yang menyatakan bahwa UMSK harus didasarkan atas kesepakatan Dewan Pengupahan Kab/Kota. “SK UMSK terbit tidak Sesuai dengan Prinsip dan Hukum Administrasi Pemerintahan,” tegasnya.

Selain itu, SK ini dianggap melanggar asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Apakah kebijakan yang jelas cacat hukum harus tetap diikuti?” tandas Ning.

Sebab itu, dengan semua pertimbangan yang sudah disampaikan, Ketua APINDO Jawa Barat, Ning Wahyu, didampingi oleh Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik APINDO Jabar, Yohan Ibrahim, menegaskan apabila produk SK ini cacat hukum, maka mengikuti yang salah akan semakin salah.

“Kami tegaskan agar para pengusaha tetap cermat dalam menyikapi kebijakan ini. Iya, para auditor compliance perusahaan harus memilah yang benar dan salah berdasarkan kaidah hukum,” pungkasnya. (Den)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |