Selamat Jalan Rekan Wina Armada

12 hours ago 5

Catatan Hendry Ch Bangun

TERAKHIR saya bertemu Wina Armada pada 13 Juni lalu di Gedung Dewan Pers sehabis salat Jumat. Ceritanya, saya sebagai Ketua Umum PWI Pusat bersama Zulmansyah Sakedang Ketua PWI KLB dan Wina Armada sebagai Sekjen PWI KLB, berjumpa Ketua Dewan Pers Prof Komarudin Hidayat, Wakil Ketua Totok Suryanto, Anggota Dahlan Dahi dan Yogi Hadi Ismanto.

Agenda utama, menandatangani naskah kesepakatan berisi Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC) pelaksanaan Kongres Persatuan PWI.
Saat bertemu di lantai 7 ruang pertemuan, dia mendatangi saya.

“Kapan nih Ndri, kita ngopi-ngopi katanya ?. Atur saja, saya sih ikut saja,” begitu balasan saya.

Kami lalu bersalaman, berpelukan, dan cium pipi kiri dan kanan. Saya dan Wina berteman sejak lama, katakanlah sama-sama terjun di pers kampus.

Saya Angkatan 77 di FSUI, dia (Wina) Angkatan 78 di FHUI, kampus UI Rawamangun. Dia waktu itu aktif di SKK Salemba, yang dipimpin Antoni Zeidra Abidin, saya sendiri di media internal SMFSUI Corat Coret dan majalahTifa Sastra yang diterbitkan teman Fakultas Sastra.

Wina sudah menulis di media umum termasuk Horison, saya menulis sejak 1978 di Sinar Harapan, Suara Karya, Angkatan Bersenjata. Kami saling kenal dan saling menghargai.

Belakangan dia masuk ke Prioritas saya ke Kompas. Banyak sekali kiprah Wina, termasuk ketika dia menjadi satu yang aktif dalam proses terbentuknya Undang-Undang Pers no 40 tahun 1999 yang monumental itu.

Dia terkenal sebagai ahli hukum pers dan saat menjadi Ketua Komisi Hukum di Dewan Pers Wina pelopor terbitnya Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan menyusul terbitnya Piagam Palembang pada Hari Pers Nasional tahun 2010.

Baru belakangan urusan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) ditangani Komisi Pendidikan. Wina juga aktif di PWI, karena ketertarikannya, dia aktif di Seksi Budaya dan Film, dan saya di Seksi Wartawan Olahraga, di lingkungan PWI Jakarta Raya.

Dia menjadi Sekretaris Jenderal PWI Pusat di periode kedua Ketua Umum Tarman Azzam, yakni 2003-2008, menggantikan Bambang Sadono. Saya menjadi Sekjen PWI Pusat tahun 2008-2013, 2013-2018 dengan Ketua Umum Margiono. Kemudian saya terpilih sebagai Ketua Umum PWI Pusat periode 2023-2028. Wina menjadi Sekretaris Dewan Penasehat.

Ketika terjadi badai di PWI Pusat, saya dan Wina berseberangan, karena dia bergabung dengan Ilham Bintang, Sasongko Tedjo, Zulmansyah, dan lain-lain, yang agak mengherankan saya. Sebab dia sebelumnya berusaha menjadi mediator perselisihan saya selaku Ketua Umum PWI dan Sasongko Tedjo selaku Ketua Dewan Kehormatan.

Dia mengundang kami makan malam di sebuah restoran Jepang di Pondok Indah Mall 3, padahal sebenarnya saya kecapaian,karena ada acara di Mojokerto

Jadi dari Bandara Soekarno-Hatta, mengarungi kemacetaan hampir 2 jam, agar tidak mengecewakan Wina. Pertemuan tidak membuahkan hasil sesuai harapan.

Saya kembali keran ketika Wina malah menerima jabatan Sekjen, sesuatu yang sebenarnya sudah kurang cocok untuk orang se-usia dia. Mungkin dia ada pertimbangan, jadi saya anggap itu hak pribadinya.

Pertemanan selama 40 tahun lebih membuat saya tidak bisa marah atau membenci Wina Armada seberapa besar pun perbedaan kami. Beda boleh. Persahabatan terus berjalan. Apalagi kami sama-sama bergerak di pers kampus di masa-masa perlawanan kampus atas pemerintahan otoriter Orde Baru.

Menjadi wartawan di media mainstream yang jelas filosofinya. Wartawan kan intelektual, biasa berbeda pandangan, dan biasa hidup dalam keberagaman pandangan. Hidup di dunia kan tidak sempurna, jadi normal saja ada perbedaan pendapat. Ketika bertemu di acara berbuka puasa yang digagas PT Astra International di Hotel Fairmon, Senayan, pada 10 Maret 2025 lalu, dia malah mendatangi meja saya dan bersalaman dengan hangat.

Dia bilang waktu itu, “Ndry, kapan-kapan kita ngopi ya. Ngobrol saja. Jangan ngomongin PWI,”. Saya menjawab, “Ok siap. Aturlah waktunya”. Waktu bertemu di lobi, dia mengingatkan lagi dan saya mengacungkan jempol.

Seperti ketika kami bertemu di Gedung Dewan Pers 13 Juni itu, ngopi itu tidak pernah terjadi. Tapi saya masih merasakan hangat pelukan Wina Armada, dan cium pipi kiri dan kanan serasa masih membekas.

Bukan hanya tersenyum dia pun tertawa lepas. Terus terang saya agak tertegun dengan sikap Wina yang begitu hangat, kok sampai segitunya. Baru belakangan saya dapat kabar Wina masuk rumah sakit di Kawasan Kebayoran karena serangan jantung. Dan tadi sekitar pukul 16.20 WIB dari grup Persahabatan UI dapat kabar dukacita.

Selamat jalan Wina. Kita sahabat selamanya. (*)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |