JAKARTA – Peringatan 65 Tahun lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sekaligus Upacara Hari Agraria dan Tata Ruang (HANTARU) 2025 menjadi momentum refleksi arah kebijakan pertanahan nasional.
Dikutip Radar Sukabumi pada halaman resmi website Kementerian ATR/BPN, bahwa Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan bahwa tanah bukan hanya aset, tetapi amanah yang harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), negara hadir memberikan perlindungan hak rakyat atas tanahnya. Hingga September 2025, telah dilakukan pendaftaran tanah sebanyak 123,1 juta bidang dengan capaian sertipikasi 96,9 juta bidang tanah,” ujar Nusron dalam upacara di Lapangan Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Rabu (24/09/2025).
PTSL: Kepastian Hukum untuk Rakyat
Program PTSL yang digulirkan pemerintah sejak 2017 kini mulai menunjukkan hasil besar. Jutaan rakyat kecil, dari desa hingga kota, kini menggenggam sertipikat tanah yang menjadi jaminan kepastian hukum sekaligus modal ekonomi. Sertipikat tanah tidak hanya menjadi bukti kepemilikan, tetapi juga membuka peluang akses permodalan, memperkuat ketahanan keluarga, hingga mencegah konflik agraria.
Bagi Marni (52), seorang ibu rumah tangga di Bekasi, sertipikat tanah dari program PTSL memberi rasa aman. “Dulu tanah kami sering diklaim orang lain. Setelah ada sertipikat, kami tenang, bisa diwariskan ke anak-anak tanpa khawatir diganggu,” ujarnya.
Kisah Marni hanyalah satu dari jutaan wajah penerima manfaat PTSL yang merasakan langsung hadirnya negara.
Selain menjamin kepemilikan, Kementerian ATR/BPN juga menekankan pentingnya penataan ruang yang berkelanjutan. Nusron menjelaskan bahwa hingga kini sudah ada 646 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), 428 di antaranya telah terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS).
“RDTR berperan sebagai pedoman pembangunan daerah dan pintu masuk kegiatan berusaha. Tanpa arah tata ruang yang jelas, investasi bisa berjalan tanpa kendali, masyarakat terdampak, dan lingkungan terancam,” jelasnya.
RDTR dianggap sebagai benteng yang menyeimbangkan kepentingan investasi dengan kepentingan masyarakat serta kelestarian lingkungan.
Tema besar HANTARU 2025, “Tanah Terjaga, Ruang Tertata, Wujudkan Asta Cita”, merefleksikan misi pemerintah menjadikan tanah dan ruang sebagai fondasi pembangunan nasional. Nusron mengingatkan bahwa tanah dan ruang adalah warisan bangsa yang harus dijaga secara kolektif.
“Tanah terjaga berarti hak rakyat terlindungi. Ruang tertata berarti pembangunan tidak semrawut, tapi terencana dan berkelanjutan. Dari sinilah manfaat nyata bisa dirasakan masyarakat,” tegasnya.
Sejak disahkan pada 24 September 1960, UUPA telah menjadi tonggak hukum agraria nasional. Di usia ke-65, UUPA kembali diuji relevansinya dalam menjawab tantangan baru: urbanisasi, perubahan iklim, hingga tekanan investasi global.
Melalui Reforma Agraria, PTSL, dan percepatan RDTR, pemerintah berupaya memastikan amanat UUPA tetap terjaga: tanah untuk rakyat, ruang untuk kehidupan, pembangunan untuk kesejahteraan bersama.
Peringatan HANTARU 2025 pun bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan pengingat bahwa setiap jengkal tanah adalah milik bangsa, setiap ruang harus ditata untuk masa depan, dan setiap kebijakan agraria harus berakar pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pungkasnya. (Den)