JAKARTA – Percepatan perizinan berusaha dan peningkatan investasi membutuhkan fondasi tata ruang yang jelas, terukur, dan transparan. Karena itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menekankan pentingnya akselerasi digitalisasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Finalisasi Paket Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja, di Gedung Ali Wardhana, Jakarta, Senin (22/9/2025), Nusron mengusulkan agar pada tahun 2026 diterbitkan 300 RDTR digital baru. Menurutnya, langkah itu akan memberi dampak besar pada iklim investasi nasional.
“Kalau 300 RDTR terpenuhi semua, Insyaallah urusan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) bisa teratasi. Karena, melalui RDTR yang terintegrasi dengan Online Single Submission (OSS), maka Service Level Agreement (SLA)-nya bisa dua sampai tiga hari,” jelas Nusron dikutip Radar Sukabumi pada halaman resmi website Kementerian ATR/BPN.
Target 2.000 RDTR Terintegrasi
Kementerian ATR/BPN saat ini menargetkan 2.000 RDTR terintegrasi OSS di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 646 RDTR sudah selesai, dengan 428 RDTR di antaranya terhubung dengan OSS. Nusron memastikan sisanya segera menyusul dalam waktu dekat.
Ia juga merinci progres lintas sektor: terdapat 47 RDTR yang sudah disusun, 34 RDTR telah memperoleh Persetujuan Substansi, dan 2 RDTR berada di tahap penetapan daerah. Artinya, masih ada 83 RDTR yang tengah dalam proses penyelesaian.
Sebagai bentuk dukungan finansial, pemerintah juga memperoleh pinjaman dari World Bank melalui program Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) yang ditargetkan menyelesaikan 500 RDTR hingga 2029.
Akselerasi penyusunan RDTR ini tak bisa lepas dari kerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) yang menyiapkan peta dasar skala 1:5.000. Pada tahun 2024, BIG telah menuntaskan pemetaan Pulau Sulawesi. Tahun 2025, giliran Pulau Kalimantan dan Jawa. Lalu 2026 untuk Pulau Sumatra, disusul Maluku, NTB, dan NTT pada 2027.
“Jadi kami mengusulkan RDTR berdasarkan kajian dari BIG. Dengan begitu, tata ruang yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan sesuai kebutuhan pembangunan,” terang Nusron.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menekankan agar penyusunan RDTR diprioritaskan di kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
“Semisal di Sulawesi, juga di Utara Jawa. Kalau di Sumatra, ya Sumatra bagian timur seperti wilayah Kepulauan Riau dan lainnya, karena itu menjadi perhatian para investor,” ujar Airlangga.
Dengan demikian, penyusunan RDTR tidak hanya soal administrasi teknis, melainkan juga strategi nasional untuk menarik arus modal ke wilayah potensial.
Langkah percepatan RDTR ini diyakini menjadi game changer dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui digitalisasi RDTR yang terintegrasi OSS, pemerintah berupaya memangkas birokrasi, mempercepat investasi, sekaligus memperkuat kepastian hukum tata ruang.
Hadir dalam rapat tersebut, Direktur Jenderal Tata Ruang ATR/BPN Suyus Windayana beserta jajaran, serta sejumlah menteri dan perwakilan kementerian/lembaga lain yang masuk dalam program Paket Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja.
Dengan target ambisius 2.000 RDTR digital, pemerintah berharap Indonesia tidak hanya menjadi lahan subur bagi investasi, tetapi juga memiliki tata ruang yang berkeadilan, berkelanjutan, dan mendukung pemerataan pembangunan, pungkasnya. (Den)