Gunung Salak Terancam Gundul, KLHK dan Pemprov Jabar Nyatakan Darurat Lingkungan

1 month ago 28

SUKABUMI — Gunung Salak, ikon hutan hujan tropis Jawa Barat, tengah menghadapi ancaman kerusakan ekologis yang serius. Aktivitas pembalakan liar di Blok Cangkuang, Desa Cidahu, Kabupaten Sukabumi, telah memicu keprihatinan luas, termasuk dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan komitmennya untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan tersebut. Pernyataan ini ia sampaikan dalam acara peresmian fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di bekas TPSA Cimenteng, Desa Sukamulya, Kecamatan Cikembar, Kamis (31/7).

“Kita akan segera tangani karena tenaga kita harus berpadu dengan provinsi. Ini harus disesuaikan dengan situasi di lapangan,” ujar Hanif.

Menurut Hanif, pola kerusakan serupa juga terjadi di berbagai kawasan pegunungan Indonesia, yang dijadikan objek wisata tanpa perencanaan matang. Ia mengibaratkan kondisi ini seperti ember berlubang diisi air deras—kerusakan terus berlangsung meski upaya penanganan dilakukan.

Di tingkat provinsi, Pemprov Jawa Barat menunjukkan sikap responsif. Gubernur Dedi Mulyadi langsung menginstruksikan pengecekan lapangan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kehutanan. Sekda Jawa Barat, Herman Suryatman, menegaskan bahwa sanksi administratif maupun pidana akan diterapkan jika ditemukan pelanggaran.

“Kalau pelanggarannya administratif, kami beri sanksi keras. Tapi kalau sudah masuk ranah pidana, itu kewenangan aparat penegak hukum,” tegas Herman.

Warga Desa Cidahu hidup dalam kekhawatiran akibat degradasi hutan yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Tokoh masyarakat setempat, Rohadi (75), menyebutkan lebih dari 15.000 pohon telah ditebang, mengakibatkan gundulnya hampir 35 hektare hutan konservasi. Dampaknya sangat nyata: penurunan drastis debit mata air, kualitas air memburuk, dan potensi banjir meningkat.

“Dulunya hutan ini terjaga. Tapi sekarang hanya lahan kosong. Akar-akar pohon sudah membusuk, air jadi cepat keruh,” ujar Rohadi.

Pada Oktober 2022, banjir bandang melanda Desa Pondokaso akibat meluapnya Sungai Cibojong, membawa material lumpur dan kayu dari hulu Gunung Salak. Warga menuding pembabatan liar dilindungi oleh oknum berpengaruh di daerah, sementara pihak TNGHS mengaku belum mengetahui adanya aktivitas ilegal tersebut.

Kritik juga datang dari Organisasi Masyarakat Pemerhati Ekologi (Mahalogi), yang pada 2 Juli 2025 menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Sukabumi. Mereka menuntut investigasi menyeluruh serta peluncuran program penghijauan berbasis komunitas.

“Ini sudah darurat lingkungan, bukan sekadar konflik lahan biasa,” tegas perwakilan Mahalogi.

Bupati Sukabumi, Asep Japar, saat dikonfirmasi mengaku baru menerima informasi tersebut dan akan melakukan verifikasi.(den/d)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |