Hergun Soal Daerah Otonomi Baru, Desak PP Penataan Daerah dan Pertanyakan Dasar Moratorium Pemekaran

2 days ago 12

SUKABUMI — Anggota DPR RI Heri Gunawan mengomentari perihal usulan pemekaran wilayah sejumlah 341 yang diusulkan oleh Direktorat Jenderal Otonomi Daerah pada Kemendagri kepada DPR RI. Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Dalam rapat ini, Heri Gunawan mengingatkan problem pemekaran wilayah yang tidak maksimal selama ini. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah menetapkan aturan yang tegas dan ketat dalam pemekaran wilayah.

”Kalau tadi dilihat dari evaluasi Kemendagri, lebih kurang 70 persen DOB yang terbentuk selama 1999-2009 itu gagal mencapai tujuan pemekaran. Evaluasi Bappenas 2007 juga menyatakan mayoritas DOB gagal,” kata anggota Komisi II dari Fraksi Partai Gerindra yang karib disapa Hergun.

Bahkan, Heri juga menyinggung biaya yang besar dari sebuah pemekaran wilayah sehingga membebani anggaran pemerintah pusat. Dengan kondisi ini, pemekaran wilayah perlu memperhitungkan kemampuan ekonomi daerah.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total dana alokasi umum (DAU) yang ditransfer ke daerah melonjak tiga kali lipat dalam kurun 10 tahun, yakni sebesar Rp 54,31 triliun di tahun 1999 menjadi Rp 167 triliun (2009). Bahkan, pada 2025, anggaran DAU mencapai Rp 446 triliun.

”Saya pikir pembentukan penataan daerah ini mungkin bukan hanya berbicara terkait geografis, melainkan juga PAD (pendapatan asli daerah)-nya,” kata Heri.

Hergun juga mendesak kepada pemerintah agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah. Alasan menunda penerbitan PP tersebut dengan dalih moratorium pemekaran daerah tidak berdasar dan justru bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Kami mendorong pemerintah, khususnya Ditjen Otda Kemendagri, segera mengeluarkan kedua PP tersebut. Karena moratorium itu bukan ketentuan hukum yang lebih tinggi dari undang-undang,” ungkapnya.

Berdasarkan Pasal 55 dan 56 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat diwajibkan menyusun aturan teknis dan strategi penataan daerah. Strategi tersebut tertuang dalam Desain Besar Penataan Daerah (Desartanda), yang memuat proyeksi jumlah ideal provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia, sebagai pedoman pemekaran maupun penggabungan daerah otonom.

Menurutnya, seharusnya kedua PP itu sudah diterbitkan paling lambat dua tahun setelah UU Pemda diundangkan, yakni tahun 2016. Namun hingga kini belum juga rampung. “Kalau dihitung, sudah ada keterlambatan sembilan tahun. Ini menjadi persoalan serius karena menyangkut aspirasi publik terkait pemekaran daerah,” tegas Hergun.

Dia juga menyoroti inkonsistensi Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri yang menunda pembentukan PP dengan alasan moratorium, namun di sisi lain tetap menerima usulan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) dari berbagai daerah.

“Padahal dasar hukum moratorium itu tidak jelas. Tapi faktanya, usulan DOB yang diterima sudah mencapai 341 usulan. Kami mempertanyakan dasar Kemendagri menerima usulan itu kalau belum ada aturan main yang sah,” katanya.

Sebagai informasi, sejak era pemekaran daerah bergulir, tercatat telah terbentuk 233 DOB, terdiri dari 12 provinsi, 182 kabupaten, dan 39 kota. Komisi II DPR RI saat ini tengah membahas Rancangan PP tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah bersama Kemendagri, untuk menjadi pedoman resmi dalam pengaturan pemekaran dan penggabungan daerah di masa mendatang. Dan perlu diketahui pula, bahwa saat ini terdapat usulan pemekaran untuk DOB Kabupaten Sukabumi Utara dari kabupaten induk Sukabumi. (*/izo)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |