IAW Soroti Alokasi Anggaran Rp11,2 Triliun Disdik Jabar yang Diunggah KDM: Berikut Ini 3 Analisia Perspektif

2 days ago 7

RADAR SUKABUMI — Sebagaimana sebelumnya Gubernur Jawa Barat (Jabar) terpilih Dedi Mulyadi bersama jajaran Sektretariat Daerah Jabar membahas soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025.

Seperti dilansir dari rekaman video pembahasan APBD sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), namun materi bahasan itu terfokus pada alokasi anggaran Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, yakni mencapai Rp11,2 triliun.

Diuraikan alokasi anggaran Disdik Jabat, diantaranya untuk belanja operasional dan GTK nonASN sebesar Rp1 triliun. Untuk belanja pegawai dan tunjangan ASN sebesar Rp5,6 triliun. Serta untuk belanja Barang/Jasa yaitu sebesar Rp2,4 triliun.

Dari uraian tersebut Dedi Mulyadi merasa bingung. Sebab Disdik mendapat alokasi (anggaran) paling tinggi, tetapi hampir setiap musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu jadi polemik.

“Anggaran pendidikannya tinggi, tetapi tiap musim PPDB ribut wae (ribut aja-red),” tandasnya dikutip dari unggahan video di akun YouTube @Kang Dedi Mulyadi Channel.

Belakangan unggahan video Dedi Mulyadi tersebut mendapat beragam tanggapan publik. Salah satunya dari lembaga independen Indonesian Audit Watch (IAW) di Jakarta.

Sekretaris (Pendiri) IAW Iskandar Sitorus, kepada Radar Sukabumi mengatakan bahwa pernyataan Kang Dedi Mulyadi (KDM) tentang alokasi anggaran Pendidikan di Jabar sebesar Rp11,2 triliun akan menjadi sorotan lembaganya.

“Untuk itu, kami dari Indonesian Audit Watch memberikan tiga analisis atau perspektif, yakni perspektif kemanusiaan, audit, dan politik,” ungkap Iskandar, Selasa (28/1/2025).

Menurut Iskandar, terkait pernyataan alokasi anggaran Disdik Jabar sebesar Rp11,2 triliun itu, berdasarkan analisis IAW, berikut ini uraian/penjelasan tiga perspektif tersebut yakni:

1. Perspektif Kemanusiaan, hal tersebut maksudnya anggaran besar di sektor pendidikan semestinya mampu meningkatkan akses dan kualitas pendidikan masyarakat.

Namun, faktanya bahwa masalah seperti polemik PPDB terjadi setiap tahun menunjukkan adanya kekurangan dalam implementasi kebijakan. Hal itu diduga ketersediaan fasilitas pendidikan belum memadai, terutama di wilayah terpencil.

Kemudian soal kualitas tenaga pendidik (GTK) yang belum sepenuhnya merata. Bahkan kesenjangan akses pendidikan diberbagai daerah masih tinggi, akumulasi ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945.

“Pasal 31 UUD 1945, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang dijamin oleh negara. Serta
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pendidikan harus merata, berkeadilan, dan bermutu,” jelas Iskandar.

Untuk itu pihaknya (IAW) berharap kepada pemerintah agar memastikan setiap rupiah dari anggaran pendidikan benar-benar menjawab kebutuhan mendasar masyarakat, khususnya terkait akses dan pemerataan.

2. Perspektif Audit, dari sisi audit, terkait transparansi rincian penggunaan anggaran menjadi persoalan yang krusial.

Terutama pada alokasi:
Rp2,4 triliun untuk belanja barang/jasa. Harus secara detail penggunaannya perlu diuraikan secara jelas untuk memastikan efisiensi.

“Kemudian alokasi sebesar Rp5,6 triliun untuk belanja pegawai dan tunjangan ASN. Hal ini perlu dipertanyakan apakah alokasi ini sejalan dengan output kinerja yang dihasilkan,” tandasnya.

Perlu diketahui bahwa dasar hukumnya ada pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mengatur pengelolaan keuangan negara harus transparan, akuntabel, dan berorientasi pada hasil. Sebagaimana dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP.

3. Perspektif Politik, menurut Iskandar bahwa penekanan KDM terhadap efisiensi anggaran adalah langkah yang positif. Karena itu, IAW menilai bahwa kritik ini perlu diikuti dengan kebijakan konkret setelah pelantikan KDM, agar tidak hanya menjadi wacana.

“Keterbukaan KDM dalam membahas anggaran di medisos mencerminkan transparansi. Namun, hal ini juga dapat menimbulkan pro dan kontra, jika tidak disertai langkah nyata yang mampu menyelesaikan masalah mendasar.

Karena dalam regulasinya yakni UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Gubernur bertanggung jawab memastikan APBD digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) bahwa pemerintah wajib membuka informasi anggaran agar masyarakat dapat ikut (berperan-serta) memantau penggunaannya, jelas Iskandar.

“Dengan langkah-langkah tersebut, IAW percaya bahwa polemik anggaran di Jabar dapat diselesaikan, sekaligus membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah,” pungkasnya. (Ron)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |