SUKABUMI – Keberhasilan luar biasa diraih oleh Mario Alvaro Muchtar, seorang bocah berbakat dari Sukabumi yang berhasil menyabet gelar Juara 1 dalam ajang Tari Tunggal Nasional 2023 yang diselenggarakan oleh Kids Creative Organizer di Semarang. Prestasi ini menjadi bukti nyata bahwa semangat dan kerja keras mampu membawa seseorang meraih impian, bahkan sejak usia muda.
Saat ditemui usai perlombaan, Mario yang saat ini duduk di bangku kelas 4 SD mengungkapkan perasaannya dengan penuh kegembiraan. “Tentu merasa sangat senang, Tante. Hehe,” ujarnya polos sambil tersenyum lebar.
Mario mulai menari sejak usia 8, tepatnya saat ia masih duduk di kelas 2 SD. Kecintaannya terhadap tari tidak datang begitu saja, melainkan tumbuh dari lingkungan keluarganya yang kental dengan seni. Sang ibu yang juga seorang penari serta almarhum ayahnya yang merupakan seorang Jajaka Jawa Barat dan pernah menekuni tari tradisional, menjadi inspirasi terbesar bagi Mario untuk mendalami seni tari.
Pada kompetisi nasional ini, Mario membawakan tarian “Sugriwa Subali”, sebuah tarian yang mengisahkan pertarungan antara dua saudara kandung dari bangsa wanara, Sugriwa dan Subali. “Tarian ini punya makna mendalam tentang persaudaraan dan konflik. Aku berusaha membawakannya dengan penuh penghayatan,” jelas Mario.
Keberhasilan Mario dalam ajang ini tentu tidak diraih dalam semalam. Ia menjalani latihan intensif setiap hari, selain mengikuti latihan reguler di sanggar setiap Sabtu dan Minggu. Meski persaingan ketat dengan penari-penari lain menjadi tantangan tersendiri, Mario tetap berusaha memberikan yang terbaik. “Penari-penari lain sangat hebat, semuanya bagus-bagus sekali,” katanya.
Di balik perjuangannya, Mario tidak sendiri. Ia mendapatkan dukungan penuh dari keluarga dan para pelatihnya. “Ambu, babah, adikku Luigi, serta pelatihku, Mas Raka dan Teh Nda, selalu mendukungku. Mereka adalah motivasi terbesarku,” tutur Mario.
Dengan jadwal yang padat antara sekolah dan latihan, Mario tetap berusaha menjaga keseimbangan. “Aku sekolah dan les akademik dari pagi sampai pukul 3 sore, lalu latihan tari di malam hari setelah menyelesaikan tugas sekolah. Sabtu dan Minggu aku latihan di sanggar sebelum pergi ke kelas piano di malam hari. Tapi aku senang dan tidak keberatan dengan jadwalku,” ucapnya dengan penuh semangat.
Sang ibu, Ayu Fadzila, yang akrab disapa Shazia Shabrina, merasa sangat bangga atas pencapaian Mario. “Tentu sebagai orang tuanya merasa sangat bangga atas pencapaian yang Mario sudah dapatkan,” ujarnya.
Sejak kecil, Mario sudah menunjukkan minat pada seni tari. Ia sering melihat ibunya menari balet, lalu mulai mengikuti gerakannya dalam tari modern. Akhirnya, di usia 8 tahun, orang tuanya memutuskan untuk memasukkan Mario ke sanggar tari tradisional di Sukabumi, Gaya Gita Studio, dengan harapan ia bisa melestarikan budaya tari tradisional, khususnya Jaipong.
Halaman: 1 2