Profesor Asal Sukabumi Jadi Guru Besar UIN SGD Bandung

2 weeks ago 20

SUKABUMI – Dalam sebuah momen yang penuh haru dan khidmat, Prof. Bambang Samsul Arifin, resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar (Gubes) dalam bidang Ilmu Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung.

Pengukuhan ini bukan hanya menjadi pencapaian akademik pribadi, tetapi juga momen penting bagi pengembangan pemikiran moderasi beragama di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan.

Pria kelahiran Sukabumi, 9 Juni 1969 ini tak hanya dikenal sebagai akademisi dan peneliti di Program Doktor Pendidikan Islam Pascasarjana serta Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung, namun pria ramah ini juga sebagai pemikir yang konsisten menyuarakan pentingnya toleransi dalam keberagaman.

Dalam pidato pengukuhan ilmiahnya yang berjudul “Model Internalisasi Nilai Moderasi Beragama pada Masyarakat Pedesaan”, Prof. Bambang menyampaikan kegelisahannya atas fenomena meningkatnya intoleransi di masyarakat.

Ia menegaskan bahwa intoleransi lahir dari pemahaman keagamaan yang sempit, ketimpangan sosial ekonomi, pengangguran, serta instabilitas politik dan keamanan.

“Realitas keberagaman bangsa ini seharusnya menjadi kekuatan yang memperkokoh persatuan, bukan justru menjadi pemicu konflik,” ujarnya di hadapan para akademisi, tokoh masyarakat, serta undangan yang memadati aula utama UIN Bandung.

Menurut Prof. Bambang, moderasi beragama merupakan kunci utama dalam menjaga harmoni sosial. Moderasi ini tidak hanya sekadar slogan, tetapi nilai yang harus diinternalisasikan secara konkret dalam kehidupan masyarakat, terutama di pedesaan yang sarat dengan nilai-nilai kultural dan sosial.

Dalam penelitian yang ia lakukan di berbagai desa seperti Cigugur (Jawa Barat) dan Katingan (Kalimantan Tengah), ditemukan bahwa masyarakat mampu hidup harmonis dalam keberagaman. Nilai-nilai seperti toleransi, gotong royong, dan persaudaraan menjadi pilar penting dalam menjaga kerukunan.

“Nilai-nilai moderasi beragama ini tidak muncul tiba-tiba, melainkan tumbuh secara organik melalui warisan budaya, pendidikan, dan keteladanan antar generasi,” jelasnya.

Model internalisasi nilai-nilai moderasi beragama yang dikembangkan oleh Prof. Bambang melibatkan empat elemen penting yaitu keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

Ia menyebut bahwa proses internalisasi nilai terdiri dari tiga tahapan: transformasi nilai (pengenalan), transaksi nilai (pengujian dalam kehidupan sehari-hari), dan transinternalisasi nilai (nilai menjadi bagian dari kepribadian individu).

Keluarga, menurutnya adalah madrasah pertama. Di sinilah anak-anak belajar menghargai perbedaan dan membentuk karakter moderat. Sekolah menjadi tempat integrasi nilai-nilai moderasi dalam pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, remaja masjid, hingga PMR.

Masyarakat menyelenggarakan kegiatan keagamaan yang inklusif, memperkuat rasa persaudaraan lintas keyakinan dan Pemerintah, melalui lembaga desa dan Kementerian Agama, berperan dalam membina dan menyuluh masyarakat melalui program-program keagamaan yang mendidik.

“Model ini terbukti efektif dalam membentuk masyarakat yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan identitas budaya dan spiritualnya,” ungkap Prof. Bambang, sambil menampilkan diagram model internalisasi yang menjadi hasil penelitiannya.

Nilai-nilai yang diinternalisasikan mencakup Wasathiyah (jalan tengah), Tawazun (keseimbangan), Tasamuh (toleransi), I’tidal (tegas dan lurus), Musawah (kesetaraan), Islah (reformasi), dan Awlawiyah (mendahulukan yang prioritas). Nilai-nilai ini, menurutnya, menjadi benteng pertahanan moral bangsa.

Ia pun menyoroti keberhasilan dua desa yakni Dahian Tunggal dan Desa Jaya sebagai studi kasus sukses internalisasi moderasi melalui sinergi antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

“Nilai-nilai tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan mereka, membentuk masyarakat yang harmonis, terbuka, dan kuat,” ujarnya.

Mengakhiri orasinya, Prof. Bambang menyampaikan rasa syukur mendalam atas pencapaian guru besarnya. Ia juga menyampaikan ucapan terima kasih yang penuh emosi kepada kedua orang tuanya, Eli Suryadi dan Iyam Maryam, yang ia sebut sebagai pilar utama dalam perjalanan hidupnya.

“Saya dedikasikan capaian ini untuk ayah dan ibu, yang telah mengajarkan arti hidup, nilai kerja keras, dan keikhlasan dalam setiap langkah,” ucapnya dengan suara yang bergetar.

Tak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat, civitas akademika UIN Bandung, serta para mahasiswa yang telah menjadi bagian dari perjalanan akademik dan penelitian yang ia jalani. (wdy)

Read Entire Article
Information | Sukabumi |