Oleh: Hazairin Sitepu
Mereka tiga serangkai. Juga tiga setangkai. Sahabat Sejati. Ketiganya memang pejuang. Sangat militan. Tetapi membelajarkan. Inilah tiga pejuang merah-putih yang hebat.
Berjuang tidak untuk meraih lencana. Juga tidak untuk mendapatkan brevet. Berjuang untuk membelajarkan.
Adalah HM. Jusuf Kalla, HM. Aksa Mahmud, HM. Alwi Hamu. Itulah tiga serangkai itu. Itulah tiga setangkai itu. Seperti pohon di atas lahan subur, ketiganya tumbuh bersama. Pohon itu rimbun dan berbuah lebat.
Tiga setangkai dari satu pohon besar. Daun itu tidak ada jika tidak ada tangkainya. Tangkai itu tidak berguna jika tidak ada daunnya. Ketiganya satu kesatuan. Seperti segunung bunga kenanga, ketiganya menebar keharuman ke mana-mana.
Pak JK (HM Jusuf Kalla), Pak Aksa (HM Aksa Mahmud) dan Pak Alwi sama-sama kuliah di Universitas Hasanuddin. Pak JK lulus S1 di fakultas ekonomi. Pak Aksa dan Pak Alwi di Fakultas Teknik. Tetapi keduanya tidak sampai lulus alias dropout.
Mula-mula ketiganya berbisnis di Makassar, kemudian berkembang ke mana-mana. Pak JK adalah mentor kedua mahasiswa dropout itu. Dan ketiganya tumbuh bersama dalam bisnis masing-masing.
Pak Alwi lebih memilih berbisnis di industri media. Pak JK dan Pak Aksa selain otomotif, juga mengembangkan bisnis lain. Pak JK sampai akhirnya membangun Power Plant. Dan Pak Aksa membangun pabrik semen. Perusahaan-perusahaan Pak JK mempekerjakan ribuan karyawan. Perusahaan-perusahaan dua mahasiswa dropout itu juga mempekerjakan ribuan karyawan. Ketiganya adalah pahlawan tanpa lencana, tanpa brevet.
Saya mengenal sangat baik ketiga tokoh besar itu. Memang lebih lama bersama Pak Alwi dan Pak JK.
Ketika Pak JK menjadi wakil presiden dan sebelumnya menjadi menteri, ketiganya tetap tiga serangkai. Tiga setangkai. Tidak sekadar sebagai sahabat, hubungan ketiganya telah lama menjelma menjadi seperti adik-kakak. Bersaudara, menjadi satu keluarga. “Saya, Aksa, Alwi, kami bertiga ini sudah bersama lebih dari enam puluh tahun,” kata Pak JK ketika memberikan sambutan pelepasan jenazah Pak Alwi di Masjid Al-Markaz Al-Islami Minggu siang.
Pak Alwi memang telah berpulang Sabtu pagi, dalam usia 80 tahun dan lima bulan. Kurang dari satu jam setelah nafas terakhir, Pak JK sudah tiba di sisi ranjang pembaringan Pak Alwi di RS Puri Indah. Menunggu sampai jenazah diberangkatkan ke rumah duka di Jakarta.
Pak JK kemudian bergegas ke bandara untuk terbang ke Makassar. Menunggu kedatangan jenazah Pak Alwi di Bandara Hasanuddin. Pak Aksa pun menunggu di bandara. Keduanya menyambut kedatangan sahabatnya yang sudah pergi itu.
Pak JK dan Pak Aksa mengiringi jenazah sampai di rumah duka di Jl. Pier Tendean, Makassar. Ikut mensholatkan di Al-Makkaz Al-Islami. Mengantar ke pemakaman. Menunggu sampai selesai tabur bunga.
Ketiganya memang seperti adik-kakak yang saling menyayangi. Tiga serangkai. Tiga setangkai. Sahabat sejati.
Selamat jalan Pak Alwi. (*)